Matinya ikan dan lobster nelayan di Keramba Jaring Apung (KJA) dan Sungai Muara Guntung mendapat perhatian Ketua DPRD Kota Bontang Andi Faizal Sofyan Hasdam. Ia juga menyayangkan Pupuk Kaltim yang kurang komunikasi.
Kaltim.akurasi.id, Bontang – Beberapa nelayan temukan ikan dan lobsternya mati secara massal. Hal tersebut terjadi di salah satu tempat budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) dan Sungai Muara Guntung, beberapa waktu lalu.
Akibat dari kejadian ini, nelayan alami kerugian hingga ratusan juta. Para nelayan menduga, hal tersebut terjadi lantaran jebolnya tanggul, tanggul berisi lumpur hasil pengerjaan pengerukan pendalaman air laut.
Menurut informasi nelayan, proyek tersebut direncanakan oleh PT Pupuk Kaltim dan dikerjakan PT Wijaya Karya (Wika), Sabtu (20/04/24) lalu.
Salah satu pembudidaya dan pengelola KJA, Ismail mengatakan, hingga saat ini pihak perusahaan masih belum melakukan pertemuan. Padahal, pihaknya hanya ingin berbicara kepada perusahaan terkait solusi dari kejadian tersebut.
“Sampai saat ini perusahaan masih belum bertemu kami. Sampai saat ini ikan kami masih mati. Banyak yang mati setiap harinya,” jelasnya
Terkait kejadian tersebut, Ketua DPRD Kota Bontang Andi Faizal Sofyan Hasdam mengatakan, Dinas Lingkungan Hidup seharusnya bergerak cepat untuk mencari akar masalah, dari penyebab matinya ikan dan lobster tersebut.
Dengan mengumpulkan data seperti mengambil sampel air, lalu meneliti apakah kematian massal ikan dan lobster ini ada kaitannya dari jebolnya tanggul, dari sisa pengerukan pendalaman air laut tersebut.
Lalu lanjut Andi Faiz, DLH harus juga mengajak perusahaan untuk ikut serta turun mengecek lokasi kejadian, tempat terjadi laporan ikan-ikan tersebut mati. Ia menekankan, jangan sampai hal tersebut terlalu lama dibiarkan DLH dan perusahaan.
“Supaya tidak terjadi fitnah dan tidak ada prasangka bahwa matinya ikan ini karena racun atau tanggul jebol, tentu harus data secara ilmiah,” katanya.
Ketika langkah pengambilan data sampling sudah dilakukan, lanjutnya, tindakan selanjutnya adalah menyosialisasikan hal tersebut ke nelayan dan publik. Supaya penyebab dari masalah tersebut bisa cepat teratasi.
“Jadi kalau sudah ada data yang terukur secara ilmiah, baru bisa melangkah lebih jauh. Kalau tidak ada data dan hanya persepsi jadi susah,” terangnya.
Ia juga menyayangkan tindakan Pupuk Kaltim yang kurang komunikasi terhadap para nelayan, terlebih masalah tersebut berada di wilayah perusahaan, tempat pengerjaan pengerukan.
“Apalagi Keramba Jaring Apung apalagi adalah binaan PKT. Saya kira perusahaan harusnya lebih komunikatif, sehingga permasalahan tersebut bisa selesai, apalagi penyebabnya belum diketahui hingga saat ini,” jelasnya
Jika hal tersebut terbukti dari jebolnya tanggul tersebut, ia meminta pihak perusahaan untuk menuntaskan permasalahan tersebut. Lalu menyiapkan skema ganti rugi terhadap nelayan terdampak. Terlebih banyaknya hewan budidaya yang mati mempengaruhi pendapatan dari para nelayan.
“Kalau terbukti memang (karena tanggul jebol, Red.), pemerintah harusnya memfasilitasi dengan perusahaan sebagai bentuk pertanggungan jawaban. Seperti pergantian bibit, bagaimana menanggulangi jika kejadian seperti itu terjadi kembali, perbaikannya seperti apa,” ujarnya.
Sementara itu hingga berita ini diterbitkan, pihak Dinas Lingkungan Hidup yang telah dihubungi belum memberi respons. (*)
Penulis: Dwi Kurniawan Nugroho
Editor: Redaksi Akurasi.id