
Banua Etam rupanya masih menjadi lokasi transit favorit sindikat narkotika. Berkali-kali petugas membekuk pelaku, berulang kali pula barang haram mematikan itu masuk ke Kaltim. Tingginya pengungkapan kasus narkotika dikarenakan banyaknya pintu masuk narkotika di Kaltim.
Akurasi.id, Samarinda – Sepanjang 2021 terdapat 35 pengungkapan kasus peredaran Narkotika di Kaltim. Pengungkapan kasus tersebut dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Kaltim maupun Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota (BNNK). Bahkan, Kaltim disebut lokasi transit favorit sindikat narkotika.
Pengungkapan kasus paling banyak dilakukan oleh BNNP Kaltim sebanyak 13 kasus sepanjang tahun ini. Kemudian, menyusul BNNK Samarinda sebanyak 10 kasus, BNNK Bontang sebanyak 7 kasus dan BNNK Balikpapan sebanyak 5 kasus.
Dari pengungkapan kasus tersebut, sedikitnya 54 tersangka telah diamankan. Dari bandar sebanyak 7 orang, pengedar sebanyak 19 orang, perantara sebanyak 4 orang, kurir berjumlah 17 orang, dan konsumen 7 orang.
Sementara pemakai sendiri kebanyakan merupakan pekerja swasta dengan presentase sebanyak 30 persen. Menyusul wiraswasta 20 persen, tidak bekerja sebanyak 12,22 persen, sementara mahasiswa/pelajar sebanyak 2 persen.
Dari pengungkapan kasus itu, sedikitnya negara mengalami kerugian sekitar Rp8 Miliar dari narkotika jenis sabu. Sementara dari ekstasi sekitar Rp2 juta, dan ganja sekitar Rp12 juta. Data tersebut berasal dari barang bukti pengungkapan kasus, tidak termasuk yang lolos dari pengungkapan.
Kepala BNNP Kaltim Brigjen Pol Wisnu Andayana mengungkapkan, tingginya pengungkapan kasus tersebut dikarenakan banyaknya pintu masuk peredaran narkotika di Kaltim. Yang mana, Kaltim merupakan provinsi yang berbatasan langsung dengan negara lain. Penyelundupan pun rentan terjadi baik melalui jalur darat maupun jalur laut. Bahkan disebutkan jika Kaltim lumbung peredaran narkoba
“Ada beberapa pintu masuk tak terjangkau, karena banyak pelabuhan tikus yang tidak diketahui. Kaltim sendiri merupakan pasar yang empuk. Terutama kawasan perkotaan seperti Samarinda. Karena perekonomian dan pertambangan bertumbuh pesat di Kaltim,” terangnya melalui konferensi pers pengungkapan kasus akhir tahun yang dilakukan di Kantor BNNP Kaltim, Jalan Rapak Indah, Rabu (28/12/2021).
Hal itu dapat terlihat dari data, tingginya para pemakai yang merupakan pekerja swasta di Kaltim, baik itu dari sektor pertambangan maupun kelapa sawit.
Meski menjadi pintu masuk, lanjut dia, Kaltim nyatanya hanya tempat persinggahan bagi barang haram tersebut. Faktanya, dari keseluruhan narkotika yang masuk ke Kaltim melalui berbagai jalur, hanya 10 persen di antaranya yang diedarkan di Banua Etam, sebutan lain Kaltim. Sementara sisanya, sebanyak 90 persen diedarkan ke provinsi lainnya, seperti Sulawesi atau Jawa.
Terlebih, selama pandemi Covid-19. Dikarenakan tidak memiliki kegiatan di rumah, mendorong masyarakat dalam melakukan kegiatan coba-coba narkotika yang berujung kepada ketagihan. Di sisi lain, sulitnya perekonomian pun menjadi sebagai salah satu faktor pendorong bagi masyarakat dalam menjajal bisnis haram ini.
“Jadi sekarang ini pemakai bukannya makin surut, hanya modusnya saja yang berubah. Karena konsumennya banyak berdiam diri di rumah,” ujarnya.
Dalam mengantisipasi peredaran narkotika dan jalur-jalur tikus itu, dikatakannya, perlu peran serta seluruh stakeholder maupun masyarakat. Sebab, masyarakat setempat yang paling mengetahui peredaran narkotika di daerahnya. Untuk itu, ia pun mengimbau kerjasama dari instansi terkait maupun masyarakat dalam melakukan pemberantasan narkotika.
“Karena apabila kami sendiri, tentu tidak akan mampu. Pegawai dan anggaran kami terbatas. Untuk itu sangat memerlukan kerja sama dengan masyarakat dan instansi terkait,” pungkasnya. (*)
Penulis: Devi Nila Sari
Editor: Redaksi Akurasi.id