Pengesahan Omnibus Law Ciptaker dianggap Serikat Buruh tidak berpihak dengan kaum pekerja.
Khususnya untuk UU Ciptaker Nomor 6 Tahun 2023 yang justru dinilai mengkerdilkan kaum buruh.
Kaltim.Akurasi.id, Bontang – Puluhan pekerja yang tergabung dalam serikat kerja turun ke jalan menggelar aksi, dalam rangka peringatan May Day di Bontang, Senin (1/5/2023). Aksi gabungan bersama mahasiswa itu berpusat di Simpang 3 Ramayana Bontang Utara.
Sekjen Serikat Buruh FSKEP Kota Bontang, Supri mengatakan, aksi yang digelar setiap May Day sebagai alarm buat pemerintah.
Mengingat masih banyak hak-hak buruh yang dirampas perusahaan. Misalnya mengenai upah murah, kepastian status pekerja yang kurang jelas dan tidak adanya jaminan kesehatan.
Belum lagi pengesahan Omnibus Law Ciptaker sangat tidak berpihak dengan kaum pekerja.
Khususnya untuk UU Ciptaker Nomor 6 Tahun 2023 yang justru dinilai mengkerdilkan kaum buruh.
Dia bilang, perusahaan banyak berlindung di UU Ciptaker yang tidak mengatur dengan tegas mengenai status pekerja dengan sistem pengupahan yang murah. “Banyak yang tidak jelas statusnya. Perusahaan berlindung dari outsorching,” terang Supri dalam orasinya.
Menurut Supri, Bontang ini kota industri yang seharusnya mengedepankan hak-hak pekerja. Sebab majunya roda perindustrian di Bontang ditopang dari para pekerja.
“Kita ini kota industri. Harusnya semua pekerja sejahtera. Pengawasan terhadap perusahaan harus diperketat. Sebab banyak praktik nakal perusahaan yang merugikam pekerja. Misalnya mengenai pembayaran THR dan jaminan kesehatan,” tegasnya.
Ampera Bawa 4 Tuntutan
Sementara perwakilan mahasiswa dari Aliansi Manat Penderitaan Rakyat (Ampera) Ibrahim mengaku, ada 4 tuntutan yang dibawa pada aski May Day kali ini. Pertama soal pencabutan UU Cipta Kerja, Kedua Serapan Tenaga Kerja yang harus lebih menekankan pekerja lokal, ketiga soal Kota Industri yang ramah terhadap buruh.
“Terakhir itu menagih janji Pemkot Bontang mengenai penanganan banjir. Sebab 2022 lalu ada MoU soal penanganan yang belum dituntaskan,” bebernya.
Ibrahim mengatakan, banjir ini terus menjadi momok bagi masyarakat khususnya mereka yang tinggal di bantaran sungai Bontang. “Banjir masih menjadi perhatian kita. Karena hingga saat ini, pemerintah belum bisa menuntaskan masalah ini,” terang Ibrahim. (*)
Penulis: Fajri Sunaryo
Editor: Redaksi Akurasi.id