Pusaran konflik agraria disebut muncul di tengah pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru. Secara garis besar masyarakat adat setuju jika IKN berada di Kaltim. Dengan catatan, harus mendatangkan banyak manfaat bagi masyarakat.
Akurasi.id, Samarinda – Permasalahan tanah adat maupun lahan masyarakat yang berada di kawasan ibu kota negara (IKN) baru, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) hingga kini tak kunjung menemui titik terang. Masyarakat setempat yang kerap menyampaikan aspirasi pusaran konflik agraria pun harus bersabar lantaran tak kunjung mendapatkan jawaban memuaskan.
Hal tersebut sempat disampaikan kembali dalam agenda penyerapan aspirasi anggota panitia khusus (pansus) Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) yang sekaligus Wakil Ketua Komisi IV DPR RI G Budisatrio Djiwandono, di Hotel Mercure Samarinda, belum lama ini.
Salah satu perwakilan dari Adat Dayak Paser, Wawan Iswandi mengungkapkan, bahwa hingga saat ini masyarakat adat selalu mendapatkan konflik agraria. Terutama ketika berhadapan dengan pihak perusahaan, Wawan merasa masyarakatlah yang kerap menjadi korban.
Tak berpangku tangan, pihaknya sempat melaporkan perihal itu kepada pemerintah daerah, bahkan sampai ke pemerintah pusat. Namun, mereka pulang dengan tangan kosong. Pemerintah hanya melontarkan janji akan menindaklanjuti tanpa upaya tindakan konkrit.
“Sudah sering kami sampaikan. Bahkan laporan telah sampai pada pemerintah pusat, termasuk dalam acara seperti ini. Tetapi yang namanya konflik agraria ya saya pikir terus berjalan seperti daerah lain tanpa ada penyelesaian,” keluhnya.
Padahal, secara garis besar masyarakat adat setuju jika IKN berada di Kaltim. Dengan catatan, harus mendatangkan banyak manfaat bagi masyarakat umum.
“Intinya harapan kami IKN akan mendatangkan manfaat. Kalau ada manfaat kami sepakat. Kalau tidak, enggak usah. Manfaat ini banyak macamnya, termasuk dalam SDM nya (sumber daya manusia),” terangnya.
Menyikapi hal tersebut, Budi memastikan pansus RUU IKN akan mematangkan kebijakan-kebijakan terkait tanah masyarakat adat yang dituangkan dalam RUU IKN.
“Karena ini masih sekedar pembahasan tentunya saya tidak bisa memberikan informasi akan bentuknya seperti apa karena memang lagi dibahas di tim perumus RUU IKN di pansus,” tuturnya.
Begitu pula dalam hal penyerapan SDM lokal. Dikatakan, sektor pendidikan harus mencetak SDM berkualitas di Kaltim untuk menopang jalannya IKN. Budi mengakui, masyarakat di Kaltim sangat cerdas, namun kecerdasan itu tidak sebanding dengan kesempatan mengenyam pendidikan.
Untuk itu, sektor pendidikan pun menjadi salah satu poin yang diperhatikan. Dengan adanya perpindahan IKN, persiapan SDM berkualitas di sektor edukasi formal maupun non-formal harus didorong sejak dini.
“Nanti dalam proses perencanaan pembangunan, ini harus ada kesempatan bagi masyarakat untuk mengawasi pembangunan IKN. Juga diberikan kesempatan pekerjaan. Saya rasa enggak perlu diformalkan. Ini sudah menjadi hak dan tanggung jawab kita semua sebagai masyarakat Kaltim,” pungkasnya. (*)
Penulis: Devi Nila Sari
Editor: Redaksi Akurasi.id