Rabu , Januari 22 2025
TRC PPA Kaltim Tuntut PN Samarinda Hukum Kebiri Pelaku Kejahatan Seksual
Aksi demonstrasi TRC PPA Kaltim dan mahasiswa yang tergabung dalam BEM KM Unmul menuntut hukuman kebiri pada pelaku kejahatan seksual. (Dhion/Akurasi.id)

TRC PPA Kaltim Tuntut PN Samarinda Hukum Kebiri Pelaku Kejahatan Seksual

Loading

Wakil Ketua PN Samarinda Sebut Hukuman Kebiri Pelaku Kejahatan Seksual Masih Menjadi Pro-Kontra

Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Gelar aksi demonstrasi, Tim Reaksi Cepat Penanggulangan Kekerasan Perempuan dan Anak Kalimantan Timur (TRC PPA Kaltim) membawa dua poin tuntutan kepada Pengadilan Negeri (PN) Samarinda.

Pertama, meminta penegak hukum untuk mengesampingkan hak asasi manusia bagi pelaku kejahatan seksual. Kedua, meminta memberlakukan hukuman maksimal dan hukuman tambahan kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual.

Ketua TRC PPA Kaltim Rina Zainun menjelaskan hari ini pihaknya kembali melakukan demonstrasi bersama Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM KM) Unmul Samarinda yang juga tergabung Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Demonstrans meminta kepada pihak PN dan kejaksaan untuk memberikan hukuman tambahan kebiri bagi pelaku kejahatan kekerasan seksual terhadap anak.

Bukan tanpa alasan, TRC PPA membawa tuntutan tersebut lantaran hari ini perkara yang disidangkan terkait kasus kakak beradik yang menjadi korban pelecahan oleh ayah kandungnya. Secara psikis dan mental, Rina menilai korban tidak bisa sembuh sampai kapanpun.

Jasa SMK3 dan ISO

Menurutnya, terkait hukum kebiri memang sudah diatur dalam peraturan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020. Dimana itu menjadi acuan dari UU Perlindungan Anak. Sebagaimana tercantum pada pasal 76 yang memperbolehkan hukuman kebiri kimia bagi para pelaku kejahatan seksual.

“Sampai hari ini kita belum mendapatkan putusan yang mengarah ke sana,” ucap Sudirman kepada Akurasi.id, Rabu (26/6/2024).

Ia berharap hal ini menjadi tonggak bagi PN Samarinda dengan berani mengambil keputusan dalam menerapkan hal tersebut. Karena sampai hari ini hukuman kebiri belum pernah dilakukan maupun diterapkan kepada pelaku seksual. Ia menyayangkan hal tersebut. Sebab, aturan perundang-undangan sudah dibuat, tetapi prosesnya tidak dilakukan.

Baca Juga  Dukungan dan Penolakan, Warga Bontang Bereaksi Terhadap Rencana Retribusi Stadion Lang-Lang

Lanjutnya, hal tersebut dapat dikatakan bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Namun dia menyayangkan yang berlaku sebagai pengeksekusi dari aturan tersebut yaitu PN. Kemudian yang mengerjakan hukuman kebiri pihak kedokteran. Namun, dari kedokteran memiliki alasan kode etik sehingga tidak bisa melakukan hal tersebut.

“Sampai hari ini belum ada yang berani melakukan hukuman kebiri kimia. Sangat disayangkan aturan sudah dibuat, PP dibuat, UU dibuat, tetapi prosesnya tidak pernah dilakukan. Peraturan dalam pasal 50 dan 51 itu melindungi para eksekutor pelaku,” ujarnya.

“Hal yang kami tekankan karena lagi-lagi pasal 76e dan 76d itu sebenarnya bisa dilakukan hukuman kebiri. Jadi saya berharap, hari ini PN Samarinda menjadi motor penggerak untuk menerapkan hukuman tersebut,” tambahnya lagi.

Hukuman Kebiri Belum Dapat Dilaksanakan Terkendala Kode Etik Dokter

Sementara Wakil Ketua PN Samarinda Ari Wahyu Irawan menyampaikan adanya perkara perlindungan anak terhadap kekerasan seksual justru dilakukan oleh keluarga terdekat. Masa aksi meminta agar pelaku jika terbukti bisa dihukum dengan berat dan memastikan diberlakukan hukuman kebiri.

Tak hanya itu, ia menjelaskan selama ini, pelaksanaan kebiri masih menjadi pro kontra untuk diterapkan. Kata dia, pengadilan mau menjalankan hal itu. Tetapi tidak bisa dilaksanakan karena dokter juga memiliki kode etik.

Ari menyebut, alasan itulah hukuman kebiri tidak bisa mereka laksanakan sehingga masih menjadi problem. Tapi karena sudah tercantum dalam PP, tentu saja bisa dilakukan. Namun tergantung dengan keputusan akhir pengadilan.

“Penambahan pidana tambahan berupa kebiri terhadap para pelaku memang mungkin sudah ditetapkan. Ini dapat diputuskan sesuai PP 70, tapi dokternya yang melaksanakan itu yang tidak mau melaksanakan dengan alasan kode etik, intinya begitu,” pungkasnya. (*)

Baca Juga  Cemburu Jadi Penyebab Utama Perceraian di Samarinda, Bukan Ekonomi!

 

Penulis: Dhion
Editor: Suci Surya Dewi

cek juga!

PP Soal Penyediaan Alat Kontrasepsi untuk Pelajar Disorot TRC PPA Kaltim, Minta Pemerintah Perjelas

TRC PPA Kaltim Soroti Aturan Soal Penyediaan Alat Kontrasepsi untuk Pelajar

TRC PPA Kaltim minta pemerintah perjelas maksud dari penyediaan alat kontrasepsi untuk pelajar. Agar tidak …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

.pvc-stats-icon { display: none !important; } .single-post-thumb { display: inline !important; } .advads-edit-appear { display: none !important; } .advads-edit-bar { display: none !important; } #sidebar { display: none !important; } .widget { display: none !important; } .widget-container { display: none !important; } .widget { clear: both; margin-bottom: 25px; display: none !important; } #sidebar .widget-container { display: none !important; } .iklan_dalamteks { display: none !important; }