Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Kaltim, KH Khayri Abusyairi Menjelaskan Terkait Hukum Daging Kurban Dijual Kembali.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Perayaan Iduladha baru saja dilaksanakan pada Senin (17/6/2024) lalu. Seperti biasa, daging sapi maupun kambing tersebut dibagikan ke masyarakat.
Sayangnya, di antara penerima daging kurban ada beberapa pihak yang memperjualbelikan daging itu. Beberapa diantaranya beralasan tidak dapat memakan daging tersebut. Karena khawatir terkena hipertensi.
Sebagai informasi, daging merah memiliki kandungan kolestrol yang cukup tinggi. Sehingga hal ini mendorong terjadinya hipertensi. Tak hanya itu, daging tersebut juga mengandung lemak trigliserida. Lemak inilah yang mengandung kolestrol jahat.
Terkait jual beli daging kurban dengan alasan kesehatan, Ketua Komisi Fatwa MUI Kaltim KH Khayri Abusyairi mengatakan, daging tersebut tetap tidak boleh dijual.
“Kalau dikasih daging kurban diterima, tapi kalau tidak ingin memakan daging kurban tetap tidak boleh dijual dengan alasan kesehatan, lebih baik dikasihkan ke orang lain,” terangnya saat diwawancarai Akurasi.id, Kamis (20/6/2024).
Kendati demikian, terdapat beberapa keterangan para ulama terkait hal ini. Lanjutnya, Nabi Muhammad SAW pada dasarnya melarang menjual bagian dari hewan kurban. Larangan ini sudah tertulis di dalam hadis riwayat Al-Hakim: “Siapa yang menjual kulit hewan kurbannya, maka tidak ada kurban baginya,”
Tak hanya itu, ia pun menjabarkan menurut keterangan para ulama. Misalnya Mazhab Imam Syafi’i yang membagi kategori penjualan menjadi beberapa pelaku.
“Pertama dari orang yang berkurban, hukumnya tidak boleh menjual dengan alasan apapun,” tuturnya.
Kemudian yang kedua adalah panitia. Panitia tidak boleh memperjualbelikan karena merupakan wakil pelaksana. Yang terakhir adalah dari sisi penerima yang dibagi menjadi dua macam. Yaitu orang kaya dan orang miskin.
Bagi orang kaya daging tidak boleh diperjualbelikan, jika tidak bisa memakan daging tersebut lebih baik disedekahkan atau digunakan untuk menjamu tamu. Sementara itu, bagi orang miskin daging diperbolehkan untuk menjual daging tersebut. Dengan catatan, hasil dari penjualan daging digunakan untuk mencukup kebutuhan hidupnya.
“Tapi dalam mazhab pandangan Abu Hanifah ada pendapat membolehkan menjual hewan kurban,” tutupnya. (*)
Penulis: Yasinta Erikania Daniartie
Editor: Redaksi Akurasi.id