
Berkurangnya jatah solar SPBU berdampak pada terjadinya antrean panjang dari kendaraan truk. Selain itu, imbas dugaan adanya permainan atas jatah solar SPBU oleh oknum tidak bertanggung jawab. Membuat Samarinda kerap kehabisan solar dengan begitu cepat.
Kaltim.Akurasi.id, Samarinda – Permasalahan antrean solar di beberapa titik SPBU di Samarinda masih menjadi benang kusut. Pasalnya, belum ada formula yang tepat dalam mengurai persoalan itu.
Hal inipun menyebabkan masih maraknya antrean solar di beberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU) di Kota Tepian. Seperti yang kerap terlihat di SPBU Jalan Untung Suropati, Jalan PM Noor, Jalan Juanda, dan beberapa titik lainnya.
Masyarakat pun menjadi salah satu pihak yang paling terdampak. Dari kemacetan lalu lintas, permasalahan perekonomian, hingga hilangnya nyawa seseorang disebabkan kecelakaan.
Perihal hal itu, Wali Kota Samarinda Andi Harun mengungkapkan, Pemkot Samarinda telah melakukan pemanggilan dan pertemuan dengan pihak PT Pertamina demi mengurai permasalahan itu. Namun diakui dia, bahwa di setiap pertemuan dilakukan, nyaris tidak ada keseriusan dari pihak Pertamina dalam bertanggung jawab terhadap dampak antrean yang disebabkan langkanya solar.
“Pertamina di sini seolah-olah lepas tangan. Padahal kendali izin atas SPBU ada di Pertamina. Pengaturan penerapan sanksi terhadap SPBU yang nakal juga ada di Pertamina,” tegasnya.
“Sudah dipanggil dua kali, tapi mereka hanya haha hoho saja. Tidak ada tindakan terukur dari Pertamina-nya. Yang penting bensinnya terjual, solarnya terjual, seolah tidak memikirkan keresahan masyarakat. Padahal biang keroknya Pertamina,” kata dia kepada awak media, di Balai Kota Samarinda, Kamis (28/10/2021).
Menurutnya, hal ini disebabkan perbedaan harga antara solar subsidi dan non subsidi. Ia pun menilai, selama terdapat perbedaan harga solar subsidi dan non subsidi namun tidak dibarengi pengawasan Pertamina, dipastikan antrean panjang kendaraan akan terulang kembali di kemudian hari.
Padahal hal tersebut bisa dilakukan Pertamina sebagai salah satu langkah antisipasi. Sedangkan penertiban yang dilakukan Satpol PP hingga kepolisian hanya sebagai antisipasi sementara dalam penanganan fenomena tersebut. Untuk itu, pria yang kerap disapa AH meminta pertanggungjawaban Pertamina mengurai permasalahan yang ada.
“Saya harap Pertamina jangan lepas tangan, jangan jadi pengecut terhadap keadaan yang mereka timbulkan,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Samarinda Angkasa Jaya berasumsi, adanya penjualan solar subsidi kepada para pelaku tambang. Ia mengaitkan langkanya solar yang menyebabkan antrean panjang dengan tingginya harga batu bara. Yang mana, fenomena seperti ini selalu terjadi apabila pemerintah pusat menggenjot produksi emas hitam.
Menyebabkan setiap perusahaan tambang meningkatkan kinerja demi memenuhi kuota yang ditentukan. Peningkatan produksi tentunya juga diiringi dengan peningkatan kebutuhan akan bahan bakar, tak terkecuali dengan pelaku tambang ilegal. Karena semua pihak berusaha memanfaatkan momentum yang ada untuk memperoleh laba lebih besar.
Untuk itu, anggota DPRD Samarinda dari Fraksi PDI Perjuangan itupun berniat memanggil pihak terkait untuk menguji dugaan tersebut. Lantaran dia tidak ingin persoalan menjadi masalah klasik yang tidak berujung pangkal.
“Kemungkinan minggu depan kami akan memanggil pihak-pihak terkait, seperti Pertamina, SPBU, dan pihak lainnya untuk memberikan penjelasan. Apabila benar asumsi itu benar, maka kami akan memberikan rekomendasi ke pemkot atau pemprov dalam hal ini Dinas ESDM meminta moratorium penghentian izin tambang sampai ada solusinya,” kata dia. (*)
Penulis: Devi Nila Sari
Editor: Redaksi Akurasi.id