Tambang ilegal di Kaltim menjamur, Koalisi Dosen Universitas Mulawarman tuntut aparat usut tuntas. Berdasarkan data Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur, dalam kurun waktu 2018-2021, terdapat 151 titik pertambangan tanpa izin (Peti)
Akurasi.id, Samarinda – Maraknya tambang ilegal di Kaltim akhir-akhir ini membuat beberapa pihak geram. Pasalnya, proses hukum terhadap para pelaku tambang ilegal disebut tidaklah sebaik ekspektasi publik. Bahkan yang berada di barisan terdepan dalam upaya melawan tambang ilegal, justru datang dari warga.
Berdasarkan data Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur, dalam kurun waktu 2018-2021, terdapat 151 titik pertambangan tanpa izin (Peti) yang tersebar di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara 107 titik, Kota Samarinda 29 titik, Kabupaten Berau 11 titik, dan Kabupaten Penajam Paser Utara 4 titik.
Padahal, dalam ketentuan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, secara tegas menyebutkan bahwa, setiap orang yang melakukan pertambangan tanpa izin, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda Rp100 miliar.
Menyikapi perkembangan dan fenomena tambang ilegal di Kalimantan Timur yang kian marak dan meluas tersebut, Koalisi Dosen Universitas Mulawarman menyampaikan sikap.
Pertama, Koalisi Dosen Universitas Mulawarman meminta kepolisian serius mengusut tuntas kasus tambang ilegal, baik pelaku di lapangan maupun aktor intelektual yang berada dibaliknya (directing mind).
“Sebab mustahil penambang ilegal tersebut berani melakukan kegiatan secara terang-terangan dan terbuka, tanpa backup dari orang-orang tertentu,” terang Koalisi Dosen Universitas Mulawarman dalam pernyataan sikapnya yang ditandatangani Mahendra Putra bersama 40 dosen dari lintas Fakultas yang diterima Akurasi.id, Rabu (20/10/2021).
Kedua, kepolisian diminta memberikan rasa aman dan perlindungan kepada warga, terutama yang menjadi korban terdampak tambang ilegal, dari ancaman serta intimidasi dari para preman.
Ketiga, kepolisian diminta pro-aktif mencari, menemukan, dan melakukan proses hukum terhadap kegiatan tambang ilegal, tanpa harus menunggu laporan dari warga terdampak.
“Sebab kegiatan tambang ilegal merupakan delik umum yang bisa diproses hukum tanpa aduan warga. Hal ini dilakukan untuk menjaga kepentingan umum,” lanjut Koalisi Dosen Universitas Mulawarman.
Keempat, meminta kepada Kapolri untuk melalukan supervisi anggotanya di daerah yang terkesan pasif dan lamban melalukan proses hukum terhadap tambang ilegal.
Kelima, menuntut pemerintah, baik provinsi maupun kabupaten/kota yang ada di Kalimantan Timur, untuk aktif mendorong penyelesaian kasus tambang ilegal ini.
“Pemerintah tidak boleh berlindung di balik alasan kewenangan yang sudah diambil alih oleh pusat. Sebab sebagai orang yang diberikan mandat memimpin daerah ini, tugas Anda untuk menangkap maling yang telah menjarah kekayaan alam daerah kita,” lanjut isi tuntutan koalisi dosen tersebut
Keenam, memberikan dukungan dan solidaritas sepenuhnya kepada warga yang berani melawan tambang ilegal.
Ketujuh, menyerukan kepada semua kalangan, terutama warga terdampak tambang ilegal, untuk berani melawan para pelaku tambang ilegal.
“Perlawanan terhadap tambang ilegal harus terus digelorakan, sebab masa depan serta keberlangsungan lingkungan hidup sekitar kita, ditentukan oleh keringat dan perjuangan kita sendiri,” pungkas mereka.
Dosen pengajar yang bergabung Koalisi Dosen Universitas Mulawarman Tolak Tambang Ilegal adalah Mahendra Putra (FH), Rusdiansyah (Faperta), Esti Handayani Hardi (FPIK), Wiwik Harjanti (FH), Haris Retno (FH), Alfian (FH), Sholihin Bone (FH), Herdiansyah Hamzah (FH), Orin Gusta Andini (FH).
Kemudian Harry Setya Nugraha (FH), Budiman (Fisip), Safarni Husain (FH), Eka Yusriansyah (FIB), Nasrullah (FIB), Jamil (FKIP), Aryo Subroto (FH), Warkhatun Najidah (FH), Rina Juwita (FISIP), Grizelda (FH), Rahmawati Al Hidayah (FH), Yofi Irfan Vivian (FIB), Diah Rahayu (FISIP), Maria T. Ping (FKIP), Nurul Puspita Palupi (Faperta).
Juga ada Rustam (Fahutan), Suryaningsih (FKIP), Rosmini (FH), Nurliah (FISIP), Islamudin Ahmad (Farmasi), Setiyo Utomo (FH), Syamdianita (FKIP), Sri Murlianti (FISIP), Adi Rahman (FISIP), Sofian (Faperta), Syakhril (Faperta), Sonny Sudiar (FISIP), Chairul Aftah (FISIP), Nur Arifudin (FH), Donny Dhonanto (Faperta), M. Erwan S. (Faperta) serta Saipul B. (FISIP). (*)
Penulis: Devi Nila Sari
Editor: Rachman