Di Samarinda, tingkat pelecehan seksual tinggi, dewan minta pemerintah buat call center khusus korban. Ketika banyak korban melaporkan bentuk kekerasan seksual, hal itu akan menjadi masukan kepada lembaga terhadap pola-pola yang sering dilakukan pelaku.
Akurasi.id, Samarinda – Hingga kini permasalahan kekerasan seksual maupun kekerasan fisik masih menjadi momok yang menghantui wanita. Terlebih kebanyakan korbannya merupakan anak di bawah umur dan dilakukan oleh orang terdekat yang bersangkutan.
Seolah tak ada kata aman. Hal ini pun membuat kebanyakan wanita tersebut memilih untuk bungkam. Tak hanya dihantui oleh segudang ancaman. Rasa takut terhadap perspektif masyarakat dan rasa kesendirian pun menjadi salah satu alasannya. Para korban tak tahu harus melapor kepada siapa dan mengadu ke mana.
Komisi IV DPRD Samarinda Deni Hakim Anwar mengatakan, melihat permasalahan ini tidak bisa hanya dari satu sisi namun banyak hal yang berkaitan.
Untuk itu, anggota DPRD Kaltim dari fraksi Partai Gerindra ini pun mengemukakan pentingnya pembentukan layanan call center yang khusus diperuntukkan bagi pelaporan korban kekerasan
maupun fisik. Mengingat, banyak wanita bertahan bertahun-tahun mengalami bentuk kekerasan seksual maupun fisik lantaran tak memiliki tempat untuk mengadu.
“Karena kebanyakan wanita mungkin merasa malu terhadap pandangan orang, sehingga tidak pernah melaporkan. Selain itu, mungkin sebagian juga ada yang merasa malu saat bimbingan konseling secara langsung. Itu juga yang akan kami sampaikan kepada DP2A Samarinda,” kata pria yang kerap disapa Deni kepada media ini saat ditemui di ruang kerjanya pada Kamis, (30/9/2021).
Ketika banyak korban melaporkan bentuk kekerasan seksual, hal itu akan menjadi masukan kepada lembaga terhadap pola-pola yang sering dilakukan pelaku, beserta penyebabnya. Sehingga diharapkan menjadi pencegah kejadian itu terulang di kemudian hari. Karena lanjutnya, kebanyakan korban kekerasan merupakan anak-anak di bawah umur maupun pernikahan dini.
Hal ini dinilai penting, lantaran trauma psikis yang diakibatkan oleh tindakan tersebut akan menghantui korban kekerasan secara berkepanjangan.
“Ketika terjadi mungkin dia bisa memaafkan namun tidak bisa melupakan. Makanya bagaimana kita bisa menangani permasalahannya ketika tidak tahu penyebabnya,” jelasnya.
Dalam hal ini, menurutnya, bentuk pencegahan lebih baik dilakukan daripada penanganannya. Untuk itu, ia mengungkapkan, pihaknya selalu menyampaikan kepada instansi dan lembaga hukum terkait untuk melakukan pencegahan dengan cara sosialisasi.
“Yang paling penting memang pencegahan kan. Makanya, selama 2 tahun ini sekolah daring, padahal itu salah satu media sosialisasi yang baik langsung kepada anak-anak. Namun, disisi lain karena memang sudah terbiasa daring sosialisasi bisa juga dilakukan secara daring,” tuturnya.
Tingkat Pelecehan Seksual Tinggi
Merujuk data Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim dari Januari hingga 1 Agustus 2021 tercatat 125 kasus kekerasan. Data tersebut dihimpun berdasarkan waktu kejadian kasus yang dilaporkan.
Dari total kasus tersebut, kasus kekerasan lebih banyak menimpa anak-anak sebanyak 130 kasus atau 60 persen dari total keseluruhan. Sedangkan sisanya sebanyak 85 kasus atau 40 persen terjadi kepada orang dewasa.
Bentuk kekerasan yang terjadi kepada anak kebanyakan merupakan kekerasan secara seksual. Sedangkan bentuk kekerasan yang terjadi kepada orang dewasa kebanyakan merupakan kekerasan fisik. Jumlah tindak kekerasan yang dilaporkan selama 2021 paling tinggi terjadi di Samarinda, dengan total sebanyak 99 kasus. (*)
Penulis: Devi Nila Sari
Editor: Rachman W