Puluhan Tahun Bermukim, Warga Pesisir PPU Kini Dihadang Regulasi

Puluhan tahun warga pesisir PPU hidup di rumah panggung di atas laut. Namun aturan negara menyebut mereka tinggal di zona terlarang. Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud pun mencari jalan tengah agar tradisi dan regulasi bisa berdamai.
Fajri
By
1.1k Views

Kaltim.akurasi.id, Penajam Paser Utara – Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Rudy Mas’ud, menanggapi persoalan rumah-rumah yang berdiri di atas laut di wilayah pesisir Penajam Paser Utara (PPU). Ia mengakui, keberadaan rumah tersebut bersinggungan dengan aturan sempadan laut yang melarang pembangunan dalam radius minimal 100 meter dari permukaan air.

Ketentuan itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014. Regulasi tersebut mengatur zonasi, izin lokasi, pemanfaatan ruang, hingga perlindungan masyarakat pesisir. Selain itu, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 51 Tahun 2016 menegaskan bahwa area dalam jarak 100 meter dari titik pasang tertinggi laut tidak boleh dijadikan lokasi bangunan permanen.

Menurut Rudy, kondisi tersebut membutuhkan solusi agar masyarakat yang sudah lama bermukim di kawasan pesisir tetap mendapat kepastian hukum atas tempat tinggal mereka.

“Memang secara aturan, area sempadan laut itu tidak boleh digunakan untuk mendirikan bangunan. Tapi bagaimana dengan masyarakat kita yang sudah tinggal di sana puluhan tahun? Ini harus kita carikan jalan keluar,” ujar Rudy saat meninjau program renovasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di PPU, Rabu (17/9/2025).

Ia menegaskan, Pemprov Kaltim akan membahas masalah ini bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Kanwil ATR/BPN Kaltim.

“Kita akan diskusikan nanti dengan ATR, bagaimana menemukan solusi terbaik agar masyarakat di sana tetap memiliki legalitas dan tidak dirugikan,” tegasnya.

Rudy menambahkan, pembahasan ini akan menjadi bagian dari sinkronisasi kebijakan antara pemerintah daerah dan pusat, sehingga aturan tetap berjalan namun kebutuhan masyarakat juga terpenuhi.

“Prinsipnya, pembangunan dan penataan wilayah harus sejalan dengan kepentingan masyarakat. Kita ingin masyarakat tetap terlindungi haknya,” jelasnya. (*)

Penulis: Nelly Agustina
Editor: Redaksi Akurasi.id

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Menu Vertikal
Menu Sederhana
#printfriendly .related-sec { display: none !important; } .related-sec { display: none !important; } .elementor-2760 .elementor-element.elementor-element-0f8b039 { --display: none !important; } .elementor-2760 { display: none !important; }