Kasus pungli PTSL Sungai Kapih terus berlanjut, Polisi periksa puluhan saksi untuk ungkap aksi para tersangka. Korps Bhayangkara sudah meminta keterangan sejumlah saksi. Terdiri dari 15 pemohon dan 26 RT yang warganya melakukan sertifikasi lahan.
Akurasi.id, Samarinda – Kasus pungutan liar (Pungli) Program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) di Kelurahan Sungai Kapih, Kecamatan Sambutan masih terus berlanjut.
Unit Tipidikor Satreskrim Polresta Samarinda masih terus mendalami keterangan dari kedua tersangka pungli yang dilakukan mantan Lurah Sungai Kapih Edi Apriliansyah dan rekannya Rusli.
Sejauh ini Korps Bhayangkara sudah meminta keterangan sejumlah saksi. Terdiri dari 15 pemohon dan 26 RT yang warganya melakukan sertifikasi lahan. Disebutkan, bahwa pada saat sosialisasi digelar Kelurahan Sungai Kapih dan Badan Pertanahan Nasional, program PTSL dipastikan tidak dipungut biaya.
“Kami minta keterangan saat sosialisasi itu bagaimana,” ungkap Kanit Tipidikor Satreskrim Polresta Samarinda Iptu Abdillah Dalimunthe saat dikonfirmasi, Kamis (14/10/2021) sore tadi.
Lanjut Dalimunthe, saat sosialisasi PTSL disampaikan warga hanya dibebankan biaya sebesar Rp250 ribu dalam hal registrasi. Selebihnya tidak ada diminta pungutan lain. Seperti apa yang telah diselewengkan oleh mantan Lurah Sungai Kapih dan rekannya itu.
“Kalau pada saat sosialisasi karena ada dari pihak BPN, ya pastinya dia ini menyampaikan sesuai aturan. Kalaupun ada registrasi, itu hanya Rp250 ribu saja dari pemerintah. Cuman pada saat pelaksanaan tersangka Rusli melakukan pungutan biaya tambahan lainnya,” terangnya.
Pungutan biaya Rp1,5 juta yang dipatok tersangka Rusli dan Edi Apriliansyah dipastikan hanya akal akalan untuk meraup keuntungan. Rusli yang mendapatkan mandat sebagai koordinator penyelenggara PTSL melakukan pungutan biaya saat warga mengajukan permohonan sertifikasi tanah.
“Pada saat warga mengajukan berkas disampaikan langsung sama tersangka sebagai koordinator, kalau biayanya segini (Rp 1,5 juta) perkavelingannya. Warga ya manut aja, karena memang tidak mengerti,” bebernya.
Mantan Kanit Reskrim Polsek Samarinda Kota ini juga mengatakan, bahwa ada indikasi permainan Rusli ketika memungut uang dari warga yang dilakukannya seorang diri diluar dari perjanjiannya dengan Edi.
Seperti diketahui, dalam pungli PTSL Sungai Kapih, praktiknya kedua rekanan tersebut mematok tarif Rp1,5 juta untuk per kaveling tanah yang diajukan pemohon dalam program PTSL. Para pemohon yang mengajukan diri juga dipungut Rp100 ribu. Penyimpangan ini dilakukan keduanya sejak awal November 2020 lalu.
Total ada 1.500 pemohon yang diduga dimintai pungutan biaya oleh kedua tersangka. Namun Rusli tanpa sepengetahuan Edi diduga melakukan pungutan lebih dari itu. Yakni meminta uang pengurusan dokumen PTSL berdasarkan kelas tanah.
Permintaan itu dilakukan Rusli setelah dokumen pemohon dikumpulkan di Aula Kelurahan. Awalnya para pemohon akan diberikan lembaran persyaratan. Salah satunya membayar uang Rp1,5 juta. Sebelum persyaratan ditandatangani oleh pemohon di atas materai. Rusli memberikan pengertian kepada pemohon terkait sejumlah biaya lain berdasarkan kelas tanah.
Dalam pembagian kelas tanah ini, Rusli mengaturnya dengan dua kategori. Untuk tanah yang berlokasi strategis di Jalan Sejati dan Jalan Pendekat Mahkota masuk dalam kategori satu. Untuk dikategori ini, pemohon dipatok harga Rp2,5 juta. Sedangkan bagi tanah yang berada di Jalan Tatako, Jalan Kehewanan dan Rapak Mahang dikenakan biaya Rp1,5 juta.
Jika ditotal, maka dari pungutan yang dilakukan keduanya berkisar Rp3,1- 4,1 juta dari setiap berkas PTSL per kaveling atau seluas 200 meter persegi.
“Ada indikasi yang dibedakan kategori l. Namun itu permainan tersangka Rusli sendiri. Kalau misalnya lokasi tanah dipinggir jalan dan strategis biaya dilebihkan. Ada beberapa seperti itu, tapi tidak semua dilakukan seperti itu,” jelasnya.
Tak hanya itu, Rusli diduga turut menambahkan beban biaya kepada pemohon. Yang dihitung dari luas tanah yang hendak disertifikasi. Dijelaskan kalau harga perkavelingan di patok Rp1,5 juta. Namun apabila luasan lahan lebih luas dari 10×20 meter, maka biayanya akan ditambah lagi oleh Rusli.
“Dan ada yang punya 4 kaveling, jadi biayanya tinggal dikalikan perkavelingannya ada berapa, dengan harga Rp1,5 juta. Dan ini juga permainan tersangka Rusli itu sendiri,” imbuhnya.
Kendati keduanya memiliki keterkaitan dalam melakukan pungli PTSL Sungai Kapih, namun hanya Rusli yang paling banyak memiliki peran dalam merampok uang masyarakat.
“Untuk kategori seperti itu cara dia (Rusli) cari (untung) lebih sendiri,” ucapnya.
Sementara itu, disinggung mengenai Rusli yang mentransfer Edi Apriliansyah sebesar Rp45 juta. Dalimunthe menjelaskan, bahwa itu merupakan permintaan Edi Apriliansyah dengan dalih sebagai utang.
“Alibinya uang dari pungli itu ditransfer karena lurah pinjam (utang). Kalau pinjam kan ditransfer langsung (Rp45 juta). Tapi ini ditransfer bertahap sebanyak tiga kali. Mulai dari tanggal 2, 3, 4 Oktober. Setiap kali transfer Rp15 juta. Kalau di total Rp45 juta,” katanya.
Uang hasil pungli itu kemudian digunakan tersangka Edi Apriliansyah untuk keperluan pribadi. Kemudian diungkapkan bahwa Rusli menerima mandat sebagai koordinator PTSL di Kelurahan Sungai Kapih berdasarkan surat yang dibuat oleh Edi Apriliansyah sendiri.
“Di dalam surat itu tidak disertakan untuk pembagian hasil. Jadi kemungkinan terkumpul dulu baru dibagi berapa-berapa persen. Tapi dari pengakuan dua tersangka juga, tidak ada disebutkan berapa pembagiannya,” ujarnya.
Terkait uang hasil pungli sebesar Rp170 juta yang telah habis digunakan untuk biaya operasional Rusli masih diselidiki polisi. Yang mana polisi mencium adanya dugaan yang mengarah pada Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Kami masih telusuri mengalir ke mana saja. Kalau terbukti ada TPPU semua barang yang dibelanjakan ikut disita. Sementara ini mengakunya untuk biaya operasional,” pungkasnya. (*)
Penulis : Zulkifli
Editor: Rachman