Agus Haris Menyayangkan Ketidakhadiran DLH Provinsi Kaltim yang Berperan Beri Persetujuan Amdal Kawasan Industri Bontang
Kaltim.akurasi.id, Bontang – Wakil Ketua II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bontang Agus Haris mengaku kecewa terhadap Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Pasalnya sudah tiga kali diundang dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait pembebasan lahan di Bontang Lestari tidak pernah hadir.
Agus Haris mengatakan pihaknya sangat menyayangkan DLH Kaltim tidak hadir lagi. Padahal, mereka merupakan pihak yang berperan dalam memberi persetujuan Analisi Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dalam hal ini kawasan industri Bontang.
“Dan itu akan menjadi pedoman dalam melaksanakan aktivitas di situ,” ungkapnya saat ditemui wartawan Akurasi.id, belum lama ini.
Menurutnya, harus diketahui secara jelas apa saja isi dari Amdal yang diajukan oleh PT Kawasan Industri Bontang (KIB). Sebab kata Politisi Partai Gerindra itu, persetujuan Amdal tidak hanya mendistribusikan kepentingan ekonomi, sosial dan tenaga kerja saja. Tetapi secara paralel juga akan mendistribusikan isu lingkungan. Maka dari itu, kehadiran DLH Provinsi sangat dibutuhkan.
“Maka dari itu kita juga akan menjawab secara tertulis, poin-poin penting kepada DLH Provinsi apakah memang tidak mau datang atau takut,” cecarnya.
Ia selaku pelimpinan rapat menegaskan, agar seluruh pihak yang diundang haruslah memenuhi undangan untuk memberi penjelasan. Baginya, ketidakhadiran DLH Provinsi patut dipertanyakan. Pasalnya, mereka seolah-olah sembunyi dan menghindar untuk mendatangi rapat untuk membahas permasalahan ini.
“Jangan bersembunyi! Harus hadir di sini, karena hasil Amdal itu akan mengubah status ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup yang ada di Bontang,” tegasnya.
Sementara itu, terkait pembebasan lahan antar PT KIB dengan masyarakat tidak menjadi permasalahan yang ia debatkan. Adapun yang terjadi saat ini yakni terkait peruntukan kawasan industri Bontang dan pihaknya memiliki kepentingan terkait keberlangsungan kedepan.
“Untuk melindungi warga kita, dan mengingatkan kepada pemerintah bahwa kawasan tersebut memiliki NJOP paling kecil Rp100 ribu, sedangkan itu dibeli Rp10 ribu maka kami sampaikan itu terlalu murah,” tutup Agus Haris. (adv/dprdbontang/nur/uci)
Penulis: Nuraini
Editor: Suci Surya Dewi