Pj Gubernur Kaltim, Akmal Malik, menekankan pentingnya Dinas ESDM untuk segera menginventarisasi masalah tambang di Kalimantan Timur. Data yang akurat dapat membantu menyelesaikan dampak negatif pertambangan yang merugikan masyarakat dan lingkungan.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Undang-Undang (UU) Minerba sering kali digunakan sebagai alasan untuk menjawab protes terkait dampak lubang tambang di Kalimantan Timur (Kaltim). Berdasarkan informasi yang dilansir dari walhi.or.id, terdapat empat persoalan utama yang dapat merugikan masyarakat terkait kehadiran UU tersebut, antara lain: masyarakat yang kesulitan untuk mengadu langsung ke pemerintah, serta risiko pemidanaan bagi mereka yang merusak perusahaan tambang.
Dengan UU ini, pertambangan menjadi wewenang pemerintah pusat, sementara pemerintah daerah hanya memiliki kewenangan dalam hal perizinan pertambangan jika kewenangan tersebut didelegasikan oleh pemerintah pusat.
Penjabat (Pj) Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Akmal Malik, menjelaskan bahwa pemerintah daerah berperan sebagai eksekutor kebijakan dari pemerintah pusat.
“Karena kita adalah negara kesatuan, pada akhirnya, penanggung jawab terakhir adalah Presiden melalui menteri yang dapat mengambil alih kewenangan kapan saja,” ujarnya saat diwawancarai beberapa waktu lalu.
Ia juga menyatakan bahwa jika ada kebijakan yang dianggap tidak adil oleh suatu daerah, pemerintah daerah harus menyiapkan data yang kuat sebagai dasar pengaduan. Sebagai contoh, jika terjadi kecelakaan atau dampak negatif lain akibat aktivitas tambang di Kaltim, Akmal meminta Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk segera menyiapkan data yang diperlukan untuk bersama-sama mencari solusi dengan pemerintah pusat.
Menurutnya, setiap daerah memiliki permasalahan yang berbeda. Kaltim, yang memiliki banyak tambang, menghadapi tantangan terkait pengawasan dan regulasi yang bukan menjadi kewenangan pemerintah daerah. Oleh karena itu, Pemprov Kaltim hanya bisa memberikan rekomendasi untuk penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).
“Beberapa hal sudah kami siapkan, seperti data mengenai korban tambang ilegal, tambang yang tidak berizin, dan yang tidak diawasi. Kami tidak bisa melakukan pengawasan langsung karena itu bukan kewenangan kami. Misalnya, mobil tambang yang melewati jalan nasional, kami juga tidak bisa menegur karena itu di luar kewenangan kami,” jelas Akmal.
Ia berharap data dari ESDM segera tersedia agar masalah ini dapat disampaikan dengan jelas. Menurutnya, permasalahan ini tidak bisa hanya dibahas berdasarkan klaim semata.
“Kita harus tahu berapa banyak korban, berapa banyak keluarga yang terdampak, seberapa tidak efisiennya, dan seberapa besar kerugian yang dialami,” pungkasnya. (*)
Penulis: Yasinta Erikania Daniartie
Editor: Redaksi Akurasi.id