Pengamat Samarinda menilai penanganan banjir di kota ini masih belum optimal. Banyak saluran masih tersumbat meski pemerintah gelontorkan duit miliaran.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Banjir disejumlah wilayah Kota Samarinda masih berlanjut. Tidak tanggung-tanggung, hingga Kamis (30/1/2025) bencana alam satu ini bedampak pada 4.118 kepala keluarga dan 13.354 jiwa.
Hal ini memunculkan pertanyaan lantaran Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda telah menggelontorkan miliaran rupiah untuk memperbaiki dan membangun drainase guna menanggulangi banjir.
Pengamat Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Mulawarman, Saiful Bachtiar menilai, upaya penanggulangan banjir melalui pembangunan dan perbaikan drainase yang dilakukan oleh Pemkot Samarinda masih belum optimal.
Ia menjelaskan, proyek drainase yang tidak tuntas hingga ke muara pembuangan, menyebabkan air tetap menggenang meskipun sudah ada perbaikan di beberapa titik.
“Misalnya, di kawasan Jalan PM Noor, drainase masih buntu sehingga saat hujan deras, air tetap menggenang dalam waktu lama,” tuturnya.
Urai Persoalan Banjir, Pemerintah Perlu Pendekatan Strategis
Menurutnya, untuk menanggulangi banjir secara efektif, diperlukan pendekatan yang lebih strategis. Salah satunya, pembangunan drainase yang terencana.
“Perbaikan drainase harus dilakukan secara menyeluruh, dimulai dari muara pembuangan hingga ke pemukiman penduduk,” ujarnya.
Selain itu, pria yang mengajar mata kuliah ilmu politik dan kebijakan publik ini berpendapat, perawatan dan perbaikan pada Bendungan Benanga Lempake juga sangat krusial dalam hal penanganan banjir di Samarinda.
“Berdasarkan pengamatan saya, Bendungan Benanga memegang peranan penting dalam pengendalian banjir di Samarinda,” ungkapnya.
Bachtiar menyebut, Pemkot Samarinda masih belum tegas dalam mengatur penggunaan lahan di sekitar Bendungan Benanga. Menurutnya, seharusnya, wilayah ini ditetapkan sebagai zona yang sangat dilindungi dari aktivitas yang dapat merusak daya tampung bendungan, terutama pertambangan batubara dan pembukaan lahan yang tidak terkendali.
“Meskipun pengerukan telah dilakukan, faktanya, setiap kali hujan deras terjadi, debit air meningkat secara signifikan. Ini mengindikasikan bahwa kapasitas bendungan belum optimal,” sebutnya. (*)
Penulis: Muhammad Zulkifli
Editor: Devi Nila Sari