Pengamat Lingkungan Unmul dorong uji pada ikan hidup. Guna menyelidiki dugaan pencemaran di Bontang dan Kukar.
Kaltim.akurasi.id, Bontang – Pengamat Lingkungan di Samarinda turut menyoroti hasil uji kualitas air di kawasan Bontang Lestari dan Santan Ilir, Kutai Kartanegara. Terkait dugaan pencemaran yang menyebabkan ikan-ikan mati.
Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Esti Handayani Hardi mengatakan, laporan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bontang, merupakan data kualitas air. Menurutnya, data pembuktian penyebab kematian ikan di area laut juga harus dilampirkan.
“Jika kualitas air masih memenuhi standart, harusnya bisa dicari lagi faktor penyebab lainnya dari penyebab kematian ikan tersebut,” kata di saat dihubungi melalui via whatsapp, Sabtu (19/04/2025).
Ia menjelaskan, harusnya jika ada kematian masal ikan, selain uji kualitas air pemicu lainnya juga bisa ditelusuri. Lantaran kematian ikan merupakan kejadian puncak dari perubahan kondisi perairan.
Biasanya, gejala abnormal sebelum mati ikan, mulai dari perubahan nafsu makan, tingkah laku berenang, dan munculnya tanda pada organ luar.
“Di dalam laporan, yang menonjol adalah padameter kecerahan dan kekeruhan. Adapun dampaknya akan mengganggu respirasi atau proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Hal ini dapat menjadi penghambat penyerapan oksigen pada ikan ikan,” ungkapnya.
Selidiki Dugaan Pencemaran, Uji Kualitas Ikan Hidup Juga Penting
DIkatakannya, dalam laporan tersebut sangat disayangkan tidak menjelaskan kandungan bahan organik seperti jumlah amoniak. Lalu, luka yang muncul pada ikan tampak seperti infeksi patogen, atau inveksi micro organisme juga tidak terterangkan.
“Harusnya ada penyelidikan lebih lanjut pada ikan-ikan yang masih hidup, karena mahkluk hidup mempunyai memori jaringan sel yang bisa di teliti di perairan tersebut,” ujarnya.
Meski diakuinya, uji lab pada ikan mati memang tidak efektif, lantaran waktu efisien untuk ujinya maksimal enam jam setelah ikan tersbut kena dampak limbah. Lalu, ikan yang mati tidak bisa digunakan karena sudah terkontaminasi banyak bateri akibat pembusukan. Maka dari itu, bisa menggunakan ikan yang masih hidup di perairan tersebut.
“Ada enggak pemeriksaan patogen viral nervous necrosis atau penyakit virus yang menyerang ikan budidaya seperti, iridovirus, vibrio, streptococcus dan bakteri? Karena virus ini dipicu peningkatan bahan organik. Sehingga kepadatan patogennya meningkat, lalu infeksi juga meningkat, akhirnya menimbulkan sakit pada ikan. Apakah kematian disebabkan karena polusi atau limbah?,” tanyannya.
Karena polusi dan limbah, bisa memancing pertumbuhan patogen, lalu menekan imun sistem ikan sehingga ikan menjadi rentan terhadap stress dan penyakit.
“Termasuk fisiologis ikan nafsu makan. Jadi, kalau berkaca pada kondisi kualitas airnya. Bisa dibilang limbahnya di bawah ambang batas, tapi efeknya bisa memicu efek yang tadi saya sebutkan,” tambahnya.
Pengamat Lingkungan Dorong Pemerintah Lakukan Pengawasan Pengelolaan Limbah
Ia juga menyebutkan, menguji kualitas air merupakan hal tercepat yang bisa dilakukan. Namun, uji ini masih memiliki kekurangan yakni tidak dapat menyimpan faktor utama penyebab kerusakan, terlebih ketika ada aliran air dan angin. Selain itu, hujan juga bisa membiaskan faktor penyebab utama pencemaran pada air.
“Metodologi pemeriksaan kesehatan lingkungan bisa banyak dilakukan, tidak hanya satu. Seperti, dari sikologi, hematologi, biokimia, perubahan enzim. Kemudian struktur komunitas dan populasi, termasuk juga perubahan ekosistem,” jelasnya.
Ia menekankan, langkah kebijakan terhadap pengawasan pengolaan limbah oleh pemerintah, sangatlah penting dilakukan. Mengingat banyak industri yang mengelilingi Kota Bontang, dan kejadian seperti ini sangat sering terjadi.
“Melihat kejadian di Bontang, sejak 2018 saya sudah sering menemukan ini (dugaan pencemaran, red). Ini akan terus terulang kembali, jika tidak ada langkah konkrit pengelolaan lingkungan yang lebih baik,” pungkasnya. (*)
Penulis: Dwi Kurniawan Nugroho
Editor: Devi Nila Sari