RUU Minerba yang melibatkan perguruan tinggi dalam pengelolaan tambang menuai kritik dari BEM KM Unmul. Kebijakan ini dinilai mengancam independensi akademis dan menggeser esensi pendidikan menjadi orientasi bisnis.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Badan Legislasi (Baleg) DPR mulai membahas Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Salah satu poinnya adalah usulan melibatkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan, perguruan tinggi, dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dalam pengelolaan tambang.
Menanggapi hal ini, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Universitas Mulawarman, Muhammad Ilham Maulana, menyatakan bahwa kebijakan tersebut merupakan keputusan fatal karena berdampak serius pada perguruan tinggi dan mahasiswa.
“Perguruan tinggi yang seharusnya fokus pada pendidikan dengan status non-profit justru diizinkan memperoleh pendapatan dari luar fungsi utamanya, seperti dari sektor tambang. Ini sangat tidak tepat,” ujar Ilham, Kamis (23/1/2025).
Mengancam Lingkungan Akademis
Menurut Ilham, pengelolaan tambang bukanlah hal sederhana. Pendapatan dari sektor ini bisa jauh lebih besar dibandingkan pendapatan perguruan tinggi pada umumnya, tetapi akan membawa dampak besar pada lingkungan akademis.
“Arah kebijakan ini dapat mengubah perguruan tinggi yang seharusnya menjadi pusat pengembangan ilmu dan pemikiran kritis menjadi sekadar ladang bisnis,” tegasnya.
Ilham juga mengkhawatirkan adanya pembungkaman kebebasan berpikir kritis mahasiswa. Ia berpendapat bahwa orientasi perguruan tinggi pada pendapatan dari sektor tambang bisa membuat pimpinan kampus mengarahkan kebijakan agar sejalan dengan pemerintah, bahkan mengurangi ruang bagi kritik dan pergerakan mahasiswa.
Merusak Esensi Pendidikan Tinggi
Sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unmul, Ilham mempertanyakan independensi akademis jika perguruan tinggi terlibat dalam sektor tambang.
“Kebijakan seperti ini hanya akan merusak integritas perguruan tinggi sebagai laboratorium peradaban, bukan sebagai ladang bisnis,” ungkapnya.
Ilham juga menyoroti risiko besar terhadap fungsi utama perguruan tinggi, yakni mencetak generasi muda yang kritis, berintegritas, dan berkontribusi pada pembangunan bangsa.
“Jika ormas dan organisasi keagamaan sudah mendapat konsesi tambang, mengapa perguruan tinggi juga harus dilibatkan? Ini adalah langkah keliru yang dapat menghilangkan esensi pendidikan tinggi,” tuturnya.
Ilham berharap kebijakan ini dapat ditinjau kembali, agar perguruan tinggi tetap menjalankan perannya sebagai pusat pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, bukan sebagai entitas bisnis. (*)
Penulis: Muhammad Zulkifli
Editor: Redaksi Akurasi.id