Mahkamah Konstitusi (MK) mendiskualifikasi Edi Damansyah dari Pilkada Kutai Kartanegara (Kukar) 2024 karena dianggap telah menjabat lebih dari dua periode. Keputusan ini memicu pemungutan suara ulang (PSU) tanpa Edi, namun tetap mempertahankan Rendi Solihin sebagai calon wakil bupati.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Mahkamah Konstitusi (MK) secara tegas mendiskualifikasi Edi Damansyah dari kontestasi Pemilihan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) 2024. Keputusan ini diambil karena Edi dianggap telah menjalani dua periode kepemimpinan, sehingga tidak memenuhi syarat untuk kembali mencalonkan diri.
Dalam amar putusannya, MK memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) tanpa keikutsertaan Edi Damansyah, tetapi tetap mempertahankan Rendi Solihin sebagai calon wakil bupati.
“Memerintahkan Partai Politik atau Gabungan Partai Politik pengusung atau pengusul calon bupati atas nama Drs. Edi Damansyah, M.Si yang didiskualifikasi untuk mengusulkan pasangan calon bupati atau wakil bupati tanpa mengganti H. Rendi Solihin sebagai pasangan calon bupati dan wakil bupati Kutai Kartanegara,” kata Ketua Hakim Suhartoyo dalam persidangan.
Gugatan dan Argumen Hukum
Perkara ini bermula dari gugatan pasangan calon nomor urut 03, Dendi Suryadi dan Alif Turiadi, yang mempertanyakan masa jabatan Edi Damansyah. Mereka berargumen bahwa Edi sudah menjabat lebih dari dua periode jika dihitung sejak ia diangkat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Kukar pada 10 Oktober 2017.
Mahkamah dalam putusannya menegaskan bahwa sejak tanggal tersebut, Edi telah menjalankan tugas dan kewenangan penuh sebagai kepala daerah. Dengan demikian, periode pertamanya dianggap berakhir pada 25 Februari 2021.
Berdasarkan fakta tersebut, MK menilai masa jabatan Edi sudah mencapai 3 tahun 4 bulan atau lebih dari 2 tahun 6 bulan, yang menurut ketentuan hukum cukup untuk dihitung sebagai satu periode penuh. Dalil yang diajukan pemohon dinyatakan beralasan, sehingga MK tidak ragu untuk mendiskualifikasi Edi Damansyah dari Pilkada Kukar 2024.
Dampak Putusan: Pilkada Ulang dengan Konsekuensi Politik
Putusan ini bukan hanya membatalkan pencalonan Edi Damansyah, tetapi juga membatalkan hasil pemungutan suara yang telah berlangsung pada 27 November 2024. MK memerintahkan KPU untuk menggelar PSU berdasarkan daftar pemilih tetap (DPT), daftar pemilih pindahan (DPP), dan daftar pemilih tambahan (DPTb) yang sama seperti pada pemilihan sebelumnya.
MK juga menetapkan tenggat waktu 60 hari bagi KPU untuk melaksanakan PSU. Sementara itu, Bawaslu diperintahkan untuk melakukan pengawasan ketat guna memastikan proses berjalan transparan dan adil, serta Kepolisian Daerah Kalimantan Timur diminta menjamin keamanan selama pemilihan ulang.
Keputusan ini menimbulkan konsekuensi politik yang signifikan. Dengan dikeluarkannya Edi Damansyah dari pencalonan, peta kekuatan dalam Pilkada Kukar akan berubah drastis. Partai pengusungnya kini dihadapkan pada tantangan besar untuk mencari calon pengganti yang mampu mempertahankan elektabilitas mereka dalam waktu yang singkat.
Lebih jauh, putusan ini mengirim pesan tegas terkait pembatasan masa jabatan kepala daerah. MK menunjukkan ketegasannya dalam menegakkan aturan, sekaligus memperingatkan bahwa manipulasi aturan masa jabatan tidak akan ditoleransi. Namun, keputusan ini juga berpotensi menimbulkan ketidakpuasan di tingkat lokal, terutama bagi pendukung Edi yang merasa dirugikan. (*)
Penulis: Muhammad Zullifli
Editor: Redaksi Akurasi.id