Tim hukum Rudy-Seno optimis gugatan Pilkada Kaltim 2024 tidak akan berlanjut di Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka menilai gugatan lemah, tidak memenuhi ambang batas 1,5 persen, serta tidak akan mengubah hasil akhir.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Sidang putusa pendahuluan oleh Mahkamah Konstitusi(MK) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)Kaltim 2024, Tim kuasa hukum Rudy Mas’ud – Seno Aji optimis menang lantaran gugatan yang dilayangkan dinilai masih lemah.
Diketahui, sidang putusan pendahuluan Pilkada Kaltim ini akan diselenggarakan pada Rabu, 5 Februari 2025 mendatang di Gedung MK di Jalan Medan Merdeka Barat 6, Jakarta.
Kuasa hukum Rudy-Seno, Agus Amri, menyatakan bahwa pihaknya telah mempersiapkan segala kemungkinan, karena menurutnya, apa pun keputusan MK bersifat mutlak dan didasarkan pada konstitusi yang berlaku di Indonesia.
“Tentu kami bersiap untuk semua kemungkinan. Tapi kami sangat optimis bahwa sidang ini akan berhenti pada putusan pendahuluan,” kata Agus Amri.
Ia menjelaskan, tim nya sudah sangat jelas dan terperinci menjawab tuduhan-tuduhan berdasarkan apa yang di gugat oleh pasangan Isran Noor – Hadi Mulyadi. Termasuk tuduhan money politik (pilitik uang).
“Jadi, apa yang saya sampaikan di persidangan hanyalah ringkasan dari keseluruhan jawaban kami. Semuanya sudah kami jawab dengan lengkap,” jelasnya.
Salah satu alasan utama yang membuat tim kuasa hukum yakin bahwa gugatan tidak akan dilanjutkan adalah selisih suara yang sangat besar antara paslon Rudy-Seno dan pesaingnya. Agus menekankan bahwa ambang batas untuk menggugat hasil Pilkada di MK adalah 1,5 persen, sementara selisih suara antara kedua paslon mencapai 11,3 persen.
Hal ini berdasarkan ketentuan pasal 158 Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UU. Pasal ini khususnya membahas ketentuan pidana bagi pihak yang melakukan pelanggaran dalam proses pilkada.
“Yang pertama, harus melampaui ambang batas. Ambang batas kita kan 1,5 persen, sedangkan kenyataannya selisih suara sudah 11,3 persen antara pasangan calon satu dan pasangan calon dua. Itu selisih yang sangat jauh,” tuturnya.
Berdasarkan jumlah penduduk Kaltim yang berkisar antara 2 juta hingga 6 juta jiwa, gugatan hanya dapat diajukan jika selisih suara tidak lebih dari 1,5% dari total suara sah. Dengan total suara sah sebanyak 1.790.192, maka batas selisih maksimal adalah 26.853 suara
Selain itu, ia menilai bahwa tuduhan yang diajukan oleh pemohon tidak cukup spesifik dan tidak berdampak signifikan terhadap hasil akhir Pilkada. Agus mengungkapkan bahwa meskipun KPU merekomendasikan pemungutan suara ulang (PSU) di 9 atau 10 TPS, jumlah pemilih di TPS tersebut tidak cukup untuk mengubah hasil keseluruhan.
“Katakanlah satu TPS berisi sekitar 300 pemilih, maka totalnya hanya sekitar 3.000 suara. Sementara selisih suara kita lebih dari 203.000 suara. Jadi, menyelenggarakan PSU di 10 TPS itu tidak akan berpengaruh apa-apa,” paparnya.
Agus juga menegaskan bahwa dalam sejarah sengketa Pilkada di MK, PSU hanya diperintahkan untuk TPS yang terbukti terdapat kecurangan, bukan di seluruh wilayah pemilihan.
“Putusan PSU juga tidak pernah memerintahkan PSU di seluruh TPS, karena itu belum pernah terjadi sebelumnya. PSU hanya dilakukan di TPS yang terbukti ada kecurangan. Dalam kasus ini, hanya 10 TPS yang dipermasalahkan, yang jumlahnya tidak akan berdampak signifikan,” tegasnya. (*)
Penulis: Muhammad Zulkifli
Editor: Redaksi Akurasi.id