Bukti pencemaran laut Muara Badak terungkap. Limbasan dari area wellpad PHSS diduga kuat picu kematian massal kerang dara nelayan.
Kaltim.akurasi.id, Bontang – Setelah tiga bulan menanti, hasil uji laboratorium terkait kematian massal kerang dara di perairan Muara Badak, Kutai Kartanegara, akhirnya diumumkan menjelang akhir April 2025.
Dugaan awal masyarakat, yang mengarah pada pencemaran dari kolam penampungan limbah milik PT Pertamina Hulu Sanga Sanga (PHSS), semakin menguat melalui hasil pengujian ilmiah.
Humas Persatuan Nelayan Pembudidaya Kerang Darah, Muhammad Yusuf, membenarkan bahwa laporan hasil uji tersebut telah diterima masyarakat dan diserahkan langsung oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kutai Kartanegara. Ia menyebut, keluarnya laporan tersebut merupakan hasil dari desakan masyarakat saat aksi demonstrasi 28 Maret 2025 lalu.
“Dari berita acara di Kecamatan Muara Badak, hasil uji keluar pada Senin, 21 April kemarin,” ujarnya saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, Senin (28/4/2025).
Melibatkan Unmul dan ITB
Pengujian laboratorium dilakukan oleh Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Mulawarman (Unmul) yang dipimpin Prof. Dr. Ir. H. Iwan Suyatna, dengan dukungan analisis tambahan di Laboratorium Hidrogeologi dan Hidrogeokimia Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Dalam penyelidikan ini, tiga jenis sampel utama dianalisis:
- Sampel air plankton dari 15 titik, untuk mengukur jenis, jumlah individu, indeks keanekaragaman, keseragaman, dominansi, dan indeks saprobik.
- Sampel kerang darah hidup dari empat lokasi budidaya utama (K7 hingga K10) dan area pembibitan Tani Baru, untuk analisis histopatologi jaringan.
- Sampel sedimen dari lokasi-lokasi strategis, termasuk kolam limbah PHSS (K1), limpasan wellpad (K2), hingga perairan budidaya, yang dianalisis kandungan isotop karbon C13 sebagai pelacak jejak polutan.
Seluruh sampel diambil pada 23–25 Februari 2025, sekitar satu bulan setelah tragedi kematian massal kerang yang terjadi pada 15–18 Desember 2024.
Hasil Uji Lab: Lingkungan Tercemar, Kerang Rusak Parah
Berdasarkan laporan, terdapat lima kesimpulan utama dari hasil investigasi:
- Peningkatan Pencemaran:
Indeks saprobik menunjukkan peningkatan bahan organik di perairan sekitar lokasi budidaya, dengan status tercemar ringan hingga cukup berat. - Kerusakan Organ Kerang:
Pengamatan histopatologi mengungkap kerusakan jaringan berat pada kerang darah, terutama di lokasi dekat limpasan wellpad (K7 dan K8). - Efek Domino di Perairan Semi Tertutup:
Lokasi budidaya berada di perairan semi tertutup, sehingga minim sirkulasi air. Ini memperparah efek domino pencemaran, mempercepat kematian massal. - Baseline Karbon Tanpa Bukti Kuat dari Kolam Limbah:
Analisis isotop δ13C pada sedimen menunjukkan baseline alami karbon, sehingga sulit membuktikan langsung keterkaitan pencemaran dengan kolam pengendapan limbah (K1). - Dugaan Kuat Pencemaran dari Wellpad:
Meski kolam limbah belum dapat dipastikan sebagai sumber utama, limpasan dari area wellpad (K2) ke perairan sekitar (K3 dan sekitarnya) diduga kuat menurunkan kualitas air. Ini diperkuat dengan tingginya nilai Chemical Oxygen Demand (COD) di area tersebut, mengindikasikan keberadaan bahan kimia berbahaya.
Belum Ada Kepastian Tindak Lanjut
Hingga kini, meskipun hasil uji laboratorium telah keluar, belum ada keterangan resmi mengenai langkah tindak lanjut yang akan diambil oleh pihak berwenang maupun perusahaan terkait. Masyarakat nelayan yang menggantungkan hidup pada budidaya kerang dara kini masih menunggu keadilan dan upaya pemulihan ekosistem laut yang rusak. (*)
Penulis: Dwi Kurniawan Nugroho
Editor: Redaksi Akurasi.id