Penolakan relokasi Pasar Subuh di Samarinda terus bergulir. Wali Kota Andi Harun menegaskan langkah ini demi penataan kota, bukan proyek atau kepentingan pribadi.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Rencana relokasi Pasar Subuh dari Jalan Yos Sudarso ke Pasar Dayak di Jalan PM Noor, Kecamatan Samarinda Utara, mendapat penolakan dari sejumlah pedagang. Meski begitu, Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda tetap bersikeras melanjutkan relokasi, karena lahan yang saat ini digunakan merupakan milik pribadi yang sudah lama meminta untuk dikosongkan.
Wali Kota Samarinda, Andi Harun, menegaskan bahwa rencana relokasi bukan keputusan tiba-tiba. Sebelum muncul wacana pemindahan ke kawasan PM Noor, pemilik lahan tempat Pasar Subuh beroperasi telah dua kali menyurati pemerintah untuk segera mengosongkan lahannya.
“Kita tidak tahu pasti latar belakang permintaannya, mungkin karena ingin memanfaatkan tanahnya sendiri. Tapi yang jelas, sebelum muncul ide pemindahan, surat dari pemilik lahan itu sudah ada. Nanti akan kita tunjukkan dokumennya,” jelas Andi Harun.
Ia menilai penolakan dari sebagian pedagang sebagai sesuatu yang wajar. Namun, ia menegaskan bahwa relokasi ini semata-mata untuk mendukung penataan kota, bukan bagian dari proyek pribadi atau kepentingan terselubung.
“Relokasi Pasar Subuh tidak berkaitan langsung dengan rencana pengembangan kawasan Pecinan. Bahkan sebelum gagasan itu muncul, relokasi sudah kami bahas sejak menyusun rencana pembangunan Pasar Beluluk,” ungkapnya.
Andi Harun menjelaskan, Pasar Dayak di Jalan PM Noor memang disiapkan sebagai pasar yang lebih representatif dan manusiawi. Karena itu, relokasi Pasar Subuh ke tempat tersebut dianggap logis dan mendukung pembangunan kota yang tertib dan teratur.
“Saya mohon dipahami, ini bukan soal kepentingan pribadi. Ini murni soal penataan kota. Kalau setiap kebijakan penataan kota selalu ditolak, ya sudah, kita biarkan saja kota ini berkembang tanpa arah. Tapi apakah itu yang kita mau?” tegasnya.
Ia mencontohkan revitalisasi Pasar Pagi yang sebelumnya juga mendapat penolakan, namun akhirnya diterima setelah fasilitas baru tersedia dan pedagang merasakan manfaatnya.
“Kita bantu biaya sewa, bahkan mereka bisa masuk ke pasar yang baru tanpa pungutan. Setelah bangunan hampir selesai, opini masyarakat mulai berubah,” tuturnya.
Andi Harun menegaskan bahwa revitalisasi pasar bukan bentuk penggusuran. Justru sebaliknya, upaya ini bertujuan meningkatkan kualitas pasar agar lebih layak, bersih, dan tertata rapi.
“Kami tidak ingin mempertahankan pasar yang kumuh, becek, zonanya tidak jelas, dan penuh kendaraan parkir sembarangan. Itu bertentangan dengan prinsip tata ruang,” katanya.
Mengakhiri pernyataannya, pria yang akrab disapa AH ini menegaskan bahwa tidak ada kebijakan pemerintah yang bertujuan menyakiti masyarakat, meski kadang membuat sebagian orang keluar dari zona nyaman.
“Saya hanya minta satu hal, pahami bahwa tidak ada kebijakan pemerintah yang niatnya menyakiti rakyat. Tapi kadang, kebijakan itu memang memaksa kita untuk berubah,” katanya. (*)
Penulis: Muhammad Zulkifli
Editor: Redaksi Akurasi.id