Bontang juga tercatat sebagai kota dengan tarif PBB terendah kedua di Indonesia, berdasarkan rekap nasional yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri.
Kaltim.akurasi.id, Bontang – Di tengah isu ramainya kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang memilih menjaga tarif tetap rendah demi mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Sejak diberlakukan 2019 hingga saat ini, tarif PBB di Bontang tidak pernah naik, dan masih bertahan di angka 0,1 sampai 0,2 persen.
Kebijakan tersebut diambil dengan alasan utama agar masyarakat tidak terbebani. Pemkot Bontang menilai, kenaikan tarif justru bisa memicu keresahan di tengah situasi ekonomi masih ambigu.
Kepala Bidang Pengelolaan Pendapatan Daerah Bapenda Bontang, Syapriansyah, menegaskan bahwa keberpihakan pemerintah kepada masyarakat menjadi pertimbangan utama dalam penetapan tarif PBB.
“Dari tahun 2018 sampai sekarang, Bontang tidak pernah menaikkan tarif PBB. Padahal, berdasarkan aturan bisa saja dinaikkan sampai 0,5 persen, tetapi kami memilih bertahan di 0,1 sampai 0,2 persen,” jelasnya, belum lama ini.
Menurut Syapriansyah, langkah ini sekaligus menjaga daya beli warga. Jika tarif dinaikkan, nilai pajak bisa melonjak berkali lipat, terutama bagi pemilik tanah atau bangunan dengan nilai jual objek pajak (NJOP) tinggi.
Sebagai gambaran, objek dengan NJOP di bawah Rp1 miliar hanya dikenakan tarif 0,1 persen, sementara di atas Rp1 miliar dikenakan 0,2 persen. Skema berjenjang ini dianggap lebih adil, karena rumah tangga kecil tidak mendapat beban berlebih, sementara aset bernilai besar membayar pajak lebih tinggi.
“Kalau kita naikkan sampai ke 0,5 persen, otomatis beban masyarakat semakin meningkat. Itu yang tidak kami inginkan. Prinsipnya, kebijakan ini harus sejalan dengan kemampuan masyarakat,” tambahnya.
Bontang juga tercatat sebagai kota dengan tarif PBB terendah kedua di Indonesia, berdasarkan rekap nasional yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri. Posisi ini menunjukkan konsistensi Bontang dalam menjaga stabilitas tarif. Berbeda dengan banyak daerah lain yang sudah menaikkan PBB hingga ratusan persen.
Meski tidak menaikkan tarif, Bontang tetap bisa meningkatkan penerimaan melalui optimalisasi data. Bapenda bersama Universitas Gadjah Mada (UGM) baru-baru ini menemukan lebih dari 3.000 objek pajak baru lewat validasi data berbasis teknologi udara (lidar). Dengan cara tersebut, penerimaan pajak dapat naik tanpa membebani masyarakat. Kebijakan ini diharapkan mampu menjaga keseimbangan penerimaan daerah tetap optimal, namun kondisi sosial ekonomi masyarakat tetap terlindungi.
“Lebih baik untuk memperluas basis pajak daripada menaikkan tarif. Itu lebih sehat secara sosial ekonomi,” tutupnya. (adv/bapendabontang/cha/uci)
Penulis: Siti Rosidah More
Editor: Suci Surya Dewi