Pembangunan BLK di PPU mencakup gedung, peralatan, hingga instruktur. Namun, prosesnya baru bisa dimulai jika pemerintah pusat menyetujui anggaran.
Kaltim.akurasi.id, Penajam Paser Utara – Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) tengah mendorong pembangunan Balai Latihan Kerja (BLK) guna meningkatkan kualitas tenaga kerja lokal. Namun, realisasinya masih bergantung pada kepastian anggaran dari pemerintah pusat.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) PPU, Marjani, mengatakan pihaknya telah mengajukan proposal ke Kementerian Ketenagakerjaan untuk meminta dukungan pembangunan BLK.
“Bapak Bupati sudah mengajukan proposal ke pusat sekitar tiga hingga empat minggu lalu. Jika disetujui, pembangunannya bisa dimulai tahun 2026. Namun kalau belum, akan dibahas kembali apakah bisa menggunakan anggaran daerah,” jelas Marjani, Jumat (6/9/2025).
Menurutnya, lahan seluas lima hektare di belakang Stadion Penajam telah disiapkan untuk pembangunan BLK. Meski begitu, perencanaan belum tuntas sehingga konstruksi tidak bisa langsung dimulai.
“Kalau perencanaan selesai tahun ini, pelaksanaan fisik tetap baru bisa dilakukan tahun berikutnya,” tambahnya.
Empat Komponen Utama
Marjani menyebutkan, pembangunan BLK mencakup empat komponen utama. Pertama, perencanaan melalui konsultan perencana dan pengawasan pembangunan. Kedua, pembangunan fisik gedung yang diperkirakan menelan biaya sekitar Rp2,5 miliar. Ketiga, pengadaan peralatan pelatihan, yang membutuhkan anggaran jauh lebih besar dibandingkan pembangunan gedung. Keempat, penyediaan sumber daya manusia, seperti instruktur dan tenaga pengajar.
“Gedung itu baru satu bagian saja. Biaya terbesar justru ada pada pengadaan peralatan, belum lagi kebutuhan asrama, instruktur, dan staf administrasi. Kalau gedung dibangun tanpa peralatan, BLK tidak bisa langsung difungsikan,” tegasnya.
Tantangan dan Strategi
Lebih lanjut, Marjani menuturkan bahwa tantangan terbesar bukan hanya pembangunan fisik, melainkan juga ketersediaan peralatan pelatihan yang nilainya cukup tinggi.
“Misalnya alat berat seperti excavator dan peralatan las, biayanya bisa tiga kali lipat dari pembangunan gedung. Kalau belum ada, BLK tidak bisa dioperasikan,” ujarnya.
Selain peralatan, ketersediaan instruktur juga menjadi faktor penting agar BLK dapat berjalan profesional. Saat ini, PPU belum memiliki struktur organisasi maupun tenaga instruktur khusus untuk mengelola BLK.
BLK Komunitas Masih Jadi Alternatif
Sambil menunggu pembangunan BLK pemerintah, pelatihan tenaga kerja masih difasilitasi melalui Balai Latihan Kerja Komunitas (BLKK) yang dikelola oleh organisasi masyarakat, salah satunya Nahdlatul Ulama (NU).
“Di Sepaku, Babulu, Penajam, dan Waru sudah ada BLKK yang dikelola komunitas. Namun itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab yayasan, bukan bagian dari struktur Disnakertrans,” jelas Marjani.
Pemerintah daerah berharap pembangunan BLK bisa segera terealisasi agar PPU memiliki pusat pelatihan kerja sendiri yang dikelola langsung pemerintah.
“Kalau semua komponen sudah siap dan ada dukungan kebijakan pusat, kami targetkan pembangunannya bisa dipercepat. Tujuan akhirnya tentu mencetak tenaga kerja terampil dan siap bersaing,” jelasnya. (*)
Penulis: Nelly Agustina
Editor: Redaksi Akurasi.id