Wakil Ketua DPRD Kaltim, Andi Satya, merangkap direktur perusahaan rumah sakit. Akademisi menilai perhatian dan fungsi legislatifnya bisa terganggu karena konflik kepentingan.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Andi Satya Adi Saputra, diketahui merangkap jabatan sebagai Direktur Utama PT Mira Mulya Abadi Medical, perusahaan yang membangun dan memiliki RS Mulya Medika. Kondisi ini memicu sorotan karena dinilai berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, mengingat posisi Andi Satya di DPRD berkaitan langsung dengan bidang kesehatan.
Secara regulasi, Undang-Undang MD3 maupun Undang-Undang Pemerintahan Daerah (Pemda) tidak secara eksplisit melarang anggota DPRD menduduki jabatan di perusahaan swasta, selama aliran dana tidak bersumber dari APBD maupun APBN. Namun, praktik rangkap jabatan tetap menimbulkan pertanyaan etis: apakah sejalan dengan prinsip keterwakilan rakyat dan tata kelola pemerintahan yang bersih?
Akademisi Ingatkan Potensi Konflik
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menilai kasus ini tidak bisa dianggap sepele. Menurutnya, aturan jelas menyebut rangkap jabatan dilarang jika berpotensi memengaruhi fungsi legislasi, penganggaran, dan pengawasan anggota DPRD.
“Pertanyaannya, apakah jabatan sebagai direktur rumah sakit berpotensi memengaruhi fungsi dan kewenangan seorang anggota DPRD? Jika iya, maka itu masuk kategori konflik kepentingan,” ujarnya.
Ia mencontohkan, benturan bisa muncul jika rumah sakit yang dipimpin anggota DPRD menjalin kerja sama dengan BPJS. Sebab, DPRD kerap membahas anggaran maupun regulasi terkait pelayanan kesehatan dan rumah sakit.
“Apalagi, Andi Satya menjabat Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim yang membidangi kesehatan. Potensi benturan kepentingan makin terbuka, karena fungsi legislasi bisa bercampur dengan kepentingan bisnis pribadi,” jelasnya.
Menurut pria yang akrab disapa Kastro itu, etika pejabat publik menuntut wakil rakyat fokus sepenuhnya pada tugas kedewanan. “Perhatian dan waktu pasti terbagi. Itu jelas bertentangan dengan prinsip dasar seorang wakil rakyat,” katanya.
Andi Satya Membantah Ada Konflik
Menanggapi sorotan tersebut, Andi Satya menegaskan dirinya bukan Direktur Utama RS Mulya Medika, melainkan Direktur Utama PT Mira Mulya Abadi Medical—perusahaan swasta yang membangun dan memiliki rumah sakit itu.
“Meluruskan dulu, saya bukan direktur utama RS Mulya Medika, tapi direktur utama PT Mira Mulya Abadi Medical,” ujarnya.
Ia menegaskan, perusahaannya murni swasta dan tidak mengelola dana APBD maupun APBN. Kehadiran RS Mulya Medika, kata dia, justru bentuk kontribusi untuk masyarakat Samarinda Seberang dan sekitarnya.
“Saya mengambil peran di rumah sakit ini bukan sekadar sebagai pengusaha, tapi lebih sebagai bentuk pengabdian. RS Mulya Medika hadir menjawab kebutuhan warga yang selama ini harus menyeberang jauh untuk mendapatkan layanan kesehatan modern,” ucapnya.
Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 dan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, larangan rangkap jabatan bagi anggota DPRD berlaku untuk jabatan sebagai pejabat negara lain, PNS, TNI/Polri, pegawai BUMN/BUMD, pejabat struktural lembaga pendidikan swasta, maupun profesi tertentu. Namun, tidak ada larangan bagi anggota DPRD menjadi direksi atau pemilik perusahaan swasta sepanjang tidak terkait langsung dengan kewenangan kedewanan atau penggunaan anggaran negara.
Andi Satya juga menegaskan, operasional rumah sakit dikelola oleh tim profesional di bawah Direktur RS Mulya Medika, dr. Khairani Hajjah. Ia hanya berperan di level visi, pengawasan, serta memastikan standar pelayanan berjalan baik.
“Jadi jelas tidak ada konflik kepentingan dengan tugas saya di DPRD. Justru ini bukti sektor swasta bisa ikut membantu pemerintah daerah,” jelasnya. (*)
Penulis: Muhammad Zulkifli
Editor: Redaksi Akurasi.id