Reforma Agraria di PPU Mulai Jalan, Warga Akui Proses Masih Lambat

Program reforma agraria di PPU mulai menampakkan hasil, meski masih terbatas. Dari 129 warga yang telah diverifikasi sebagai penerima manfaat, baru 23 orang menerima sertipikat tanah pada tahap pertama. Sementara itu, 106 warga lainnya masih harus menunggu penyelesaian yang diproyeksikan berjalan bertahap hingga 10 tahun ke depan.
Fajri
By
2.8k Views

Kaltim.akurasi.id, Penajam Paser Utara – Program reforma agraria di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) mulai terealisasi, meski baru sebagian kecil warga yang menerima manfaat. Dari 129 subjek penerima manfaat yang sudah diverifikasi, baru 23 warga menerima sertipikat tanah pada tahap pertama. Sisanya, sebanyak 106 warga, masih menunggu penyelesaian yang diproyeksikan berlangsung bertahap hingga 10 tahun ke depan.

Deputi Bidang Pemanfaatan dan Kerja Sama Usaha Badan Bank Tanah, Hakiki Sudrajat, mengakui proses program ini berjalan panjang dan penuh tantangan.

“Alhamdulillah, tahap pertama sudah selesai dan 23 sertipikat bisa dibagikan. Ini baru awal. Daftar tunggu di PPU masih panjang, dan program ini akan terus berjalan hingga seluruh penerima manfaat mendapatkan haknya,” jelas Hakiki, Jumat (26/9/2025).

Hakiki menegaskan, Badan Bank Tanah berkomitmen melakukan monitoring jangka panjang dan memastikan program ini tidak terhenti.

“Kami merencanakan pengawasan dan pengembangan selama 10 tahun ke depan. Penyelesaian daftar tunggu memang bertahap, tapi harus konsisten,” tegasnya.

Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) PPU, Tohar, menyoroti kompleksitas proses yang membuat program berjalan lambat. Menurutnya, program dimulai dengan identifikasi objek dan subjek tanah oleh Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA), yang melibatkan pemerintah daerah, kelurahan, hingga unsur Forkopimda.

“Prosesnya panjang. Kami harus memverifikasi hubungan historis masyarakat dengan lahan yang diusulkan. Tidak semua yang mengklaim bisa langsung ditetapkan sebagai penerima manfaat,” kata Tohar.

Ia menambahkan, setelah verifikasi dan klarifikasi, hasilnya dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) Bupati. Selanjutnya, Badan Bank Tanah melakukan pemetaan lahan dan mendaftarkannya ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebelum sertipikat diterbitkan.

Isu utama yang dihadapi, lanjut Tohar, adalah ketimpangan penguasaan tanah yang sudah berlangsung lama di PPU. Reforma agraria diharapkan memberi kepastian hukum sekaligus mencegah konflik agraria akibat tumpang tindih klaim lahan.

“Ini bukan sekadar bagi-bagi sertipikat. Ini tentang keadilan agraria dan penyelesaian masalah struktural penguasaan tanah di PPU,” tegasnya.

Tahap berikutnya akan difokuskan pada penyelesaian daftar tunggu agar tidak ada warga layak yang terlewat dalam proses. Pemerintah daerah bersama Badan Bank Tanah berkomitmen menuntaskan program ini sebagai bagian dari reformasi tata kelola pertanahan di wilayah penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN). (*)

Penulis: Nelly Agustina
Editor: Redaksi Akurasi.id

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Menu Vertikal
Menu Sederhana