Dugaan Jual-Beli LKS di SD 017 Samarinda, Pihak Sekolah Bantah Ada Paksaan

Pihak sekolah membantah adanya paksaan dalam pengadaan LKS di SD 017 Samarinda. Bahkan menyebut hanya inisiatif sebagian orang tua di tengah keterbatasan buku dari pemerintah.
Suci Surya
880 Views

Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Laporan orang tua murid terkait dugaan praktik jual-beli Lembar Kerja Siswa (LKS) di SD 017 Sungai Pinang, Samarinda, langsung ditanggapi pihak sekolah. Meski mengakui ada inisiatif penyediaan LKS, pihak sekolah menegaskan tidak ada paksaan maupun ancaman kepada siswa.

Wali Kelas 2B SD 017 Sungai Pinang, Samarinda, Umi Maulidah, mengakui memang ada inisiatif penyediaan buku pendamping berupa LKS. Namun, ia menegaskan bahwa pengadaan itu bukan kewajiban, melainkan pilihan bagi orang tua yang ingin menambah materi pembelajaran anak di rumah.

“Buku dari pemerintah, LKPD, jumlahnya tidak cukup. Untuk kelas 2 ada 56 siswa, tapi buku yang tersedia hanya 30. Jadi LKS itu hanya tambahan, tidak diwajibkan,” jelas Umi.

Dia menjelaskan, harga LKS dipatok Rp20 ribu per buku untuk 7 mata pelajaran. Buku tersebut ditawarkan agar orang tua bisa mendampingi anak belajar di rumah. Karena tidak semua siswa bisa memahami materi hanya dari catatan di kelas.

Namun, laporan orang tua murid sempat berkembang menjadi isu adanya intimidasi. Kepala SD 017 Sungai Pinang, Dahlina, membantah tuduhan itu. Ia mengklarifikasi bahwa pihaknya hanya menegaskan buku LKS tidak wajib dibeli.

“Tidak ada paksaan apalagi ancaman anak akan dikeluarkan. Kami bahkan sering menjemput siswa yang bolos agar tetap ikut ujian. Jadi murid bagi kami sangat berharga,” tegas Dahlina.

Ia mengakui, dalam pertemuan dengan wali murid, ada banyak guru yang hadir sehingga mungkin menimbulkan kesan tidak nyaman. Namun, ia menekankan sekolah tetap melindungi siswa dari kemungkinan stigma atau bullying akibat laporan ini.

Sementara itu, Kabid Pembinaan Sekolah Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Samarinda, Ida Rahmawati, menyebut bahwa pada dasarnya sekolah tidak boleh menjual buku dalam bentuk apapun.

“Namun dari hasil klarifikasi, pengadaan LKS ini terjadi karena adanya permintaan sebagian orang tua. Sekolah sudah menegaskan buku itu tidak wajib. Kalau mau tambahan, orang tua bisa beli di luar,” ujar Ida.

Ia menambahkan, keterbatasan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang dibagikan pemerintah menjadi pemicu utama munculnya masalah. Data jumlah siswa yang digunakan pemerintah dalam mencetak buku didasarkan pada akhir tahun 2024. Sedangkan kenyataannya jumlah siswa di kelas 2 bertambah menjadi 56 karena ada penambahan rombongan belajar.

“Akibatnya, LKPD yang ada memang tidak mencukupi. Tapi minggu ini buku tambahan sudah tersedia di gudang. Segera kami distribusikan ke sekolah-sekolah, termasuk SD 017,” jelasnya.

Ida menegaskan, kasus ini menjadi pembelajaran penting agar distribusi buku lebih akurat di masa depan. Ia juga meminta sekolah untuk tetap mematuhi aturan dengan tidak melakukan jual-beli buku agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.

“Kami sudah memberikan larangan ya. Sudah ada larangan untuk tidak memperjualbelikan buku dalam bentuk apapun,” pungkasnya. (*)

Penulis: Muhammad Zulkifli
Editor: Suci Surya Dewi

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Menu Vertikal
Menu Sederhana