Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Terowongan Samarinda kembali menuai sorotan publik. Pasalnya, pada Rabu (15/10/2025) malam, sebaya lima warga mengaku rumahnya retak. Mereka menduga insiden ini disebabkan oleh pembangunan proyek tersebut.
Namun, tahukah kamu? Kalau sejak awal pembangunan insfrastruktur ini sudah menuai sorotan. Bukan hanya karena merupakan pembangunan terowongan pertama di Pulau Kalimantan. Letaknya yang membelah gunung dan berdekatan dengan pemukiman warga memicu kekhawatiran tersendiri.
Adapun pembangunan infrastruktur ini bertujuan untuk menghubungkan Jalan Sultan Alimuddin dan Jalan Kakap di Kecamatan Samarinda Ilir, mengurai kemacetan dan memperlancar mobilitas masyarakat di kawasan tersebut.
Pendiriannya dimulai dengan ground breaking pada 20 Januari 2023. Awalnya ditargetkan selesai pada akhir tahun 2024, tetapi mengalami penyesuaian target penyelesaian hingga Juni 2025.
Berikut sejumlah fakta terkait Terowongan Samarinda yang menjadi kebanggaan pemerintah kota (pemkot).
Baca Juga
1. Terowongan Pertama yang Menggunakan APBD Kota
Bangunan ini menjadi salah satu kebanggaan karena menjadi terowongan pertama yang didirikan menggunakan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Tidak tanggung-tanggung, Pemkot Samarinda bahkan menggelontorkan hampir Rp395 miliar untuk proyek ini.
2. Pernah Didatangi Wakil Presiden (Wapres) RI Gibran Rakabuming Raka
Baca Juga
Pada Rabu (12/2/2025) lalu, Wapres RI Gibran Rakabuming Raka sempat mengunjungi terowongan tersebut. Saat itu, ia didampingi sang istri Selvi Ananda, Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik, dan Wali Kota Samarinda Andi Harun.
Dalam kesempatan ini, menyampaikan dukungan pemerintah pusat terhadap proyek strategis tersebut. Lantaran pembangunan terowongan ini dipercaya memiliki tujuan baik, yakni mengurai kemacetan dan meningkatkan konektivitas, termasuk ke Ibu Kota Nusantara (IKN).
3. Sempat Tercatat Mengalami Longsor
Sebelum insiden ini, bangunan tersebut sempat terjadi longsor di bagian lereng sisi inlet dan outlet terowongan pada Mei 2025 lalu.
Peristiwa ini dipicu oleh curah hujan yang tinggi. Namun, pemkot langsung melakukan penanganan dan memastikan keamanan pembangunan.
4. Menggunakan Metode Parallel New Austrian Tunneling Method (NATM)
Baca Juga
Untuk memastikan pembangunan berjalan aman, proyek ini menggunakan metode Parallel New Austrian Tunneling Method (NATM). Adapun metode disebut dapat menangani kondisi tanah yang bervariasi dan tidak terduga.
Selain itu, dari sisi ekonomis, penggunaannya diklaim lebih hemat biaya dibanding metode lain. Meskipun biaya awal pemantauannya terbilang tinggi.
Meski proyek ini terus menuai sorotan dan menemui berbagai tantangan, namun keberadaannya digadang menjadi ikon baru Kota Tepian. Kini, masyarakat pun menantikan bagaimana terowongan tersebut dapat berdampak bagi masyarakat secara nyata. (*)
Penulis: Yasinta Erikania Daniartie
Editor: Devi Nila Sari