Wakajati Kaltim: Ada 19 Kasus Hukum di Kaltim Diselesaikan Melalui Restorative Justice

kaltim_akurasi
4 Min Read
Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Kaltim Amiek Mulandari saat menyampaikan sambutan dalam Seminar Restorative Justice di Kejari Samarinda. (Dok Akurasi.id)

Keberadaan kebijakan restorative justice kejaksaan, ternyata cukup membantu kasus hukum di Kaltim. Pada 2022 ini saja, ada sebanyak 19 kasus hukum di Kaltim yang mendapatkan penyelesaian melalui kebijakan tersebut.

Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Penegakan hukum di Indonesia terus berbenah. Kini, tidak setiap masalah hukum harus berakhir di balik jeruji besi. Karena saat ini, kejaksaan telah menerapkan asas hukum berkeadilan melalui restorative justice (RJ).

Di Samarinda misalnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Samarinda, melaksanakan Seminar Restorative Justice untuk menyoalisasikan apa itu RJ, Selasa (11/7/2022). Kegiatan itu menggandeng sejumlah pihak. Antara lain, Mahasiswa Fakultas Hukum seluruh Samarinda yang tergabung dalam Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi).

Selain itu, dalam kegiatan yang juga menghadirkan Wakil Kepala Kejati (Wakajati) Kaltim Amiek Mulandari dan Kepala Kejari Samarinda Heru Widarmono ini. Turut menghadirkan Persatuan Seluruh Kejaksaan (Persaja) Kaltim dan Kejari se-Kaltimtara via daring.

Kepada media ini yang menjumpainya usai membuka acara, Amiek Mulandari menyampaikan, kegiatan seminar tersebut merupakan rangkaian HUT Adhyaksa ke-62. Seminar RJ sendiri, kata dia, bertujuan memberikan pemahaman kepada masyarakat, termasuk mahasiswa hukum tentang adanya kebijakan restorative justice.

“Restorative justice merupakan kebijakan Jaksa Agung RI, yang tertuang dalam Peraturan Kejaksaan No 15 Tahun 2022 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorativ Justice,” jelasnya di kantor Kejari Samarinda.

Bantu Kasus Hukum di Kaltim: Berikut Syarat Mendapatkan Restorative Justice

Amiek menjelaskan, dalam penerapan restorative justice memiliki sejumlah persyaratan. Antara lain, batasan penghentian penuntutan, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana. Nilai barang bukti atau kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana tidak lebih dari Rp2,5 juta.

“Kemudian, tindak pidana diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun. Untuk kasus yang bisa tercapai perdamaian tanpa persyaratan apapun, dengan dipimpin jaksa penuntun umum, tokoh masyarakat, maka bisa dilakukan pemulihan. Hati nurasi yang kita kedepankan,” paparnya.

Pada kesempatan itu, wanita berhijab ini mengungkapkan, jika ada sebanyak 1.306 kasus hukum di Indonesia yang telah di selesaikan melalui penerapan restorative justice. Di mana, rata-rata kasus ini berkaitan dengan persoalan kekeluargaan atau tindak pidana pencurian ringan.

“Untuk di Kaltimtara, sudah ada sebanyak 19 kasus yang kami selesaikan dengan menerapkan restorative justice. Jumlah itu hanya dalam kurun waktu tahun 2022 ini. Semoga masyarakat semakin terbuka dan berperan serta dalam penyelesaian masalah hukum,” tandasnya.

Restorative Justice Bantu Selesaikan Kasus Hukum di Kaltim Tanpa Proses Pengadilan

Sementara itu, Kepala Kejari Samarinda Heru Widarmono mengatakan, jika kegiatan seminar RJ tersebut adalah upaya sosialisasi yang pihaknya laksanakan untuk masyarakat. Jika penyelesaian hukum dengan restorative justice ini menjadi pilihan terbaik dalam persoalan hukum yang masyarakat hadapi.

“Artinya, ketika ada masalah-masalah hukum di masyarakat, terutama sebagaimana yang telah di atur dalam Peraturan Kejaksaan No 15 Tahun 2022. Dapat di selesaikan tanpa melalui proses pengadilan,” tuturnya yang turut di dampingi Ketua Persaja Kaltimtara Darfiah dan Kasi Intel Kejari Samarinda Mahdy.

Heru menambahkan, keterlibatan mahasiswa hukum dan duta pelajar sadar hukum dalam kegiatan itu. Tujuannya agar menjadi jembatan kejaksaan dalam menyosialisasikan kebijakan restorative justice kepada masyarakat.

“Ini bentuk edukasi atau pembelajaran kepada masyarakat pencari keadilan. Adik-adik mahasiswa dan pelajar kami libatkan, agar bisa menjadi jembatan dalam melaksanakan sosialisasi kebijakan restorative justice,” pungkasnya. (*/adv/diskominfokaltim)

Penulis: Devi Nila Sari
Editor: Redaksi Akurasi.id

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *