Oleh Aji Mirni Mawarni, ST, MM
Kegembiraan masyarakat Kalimantan Timur pada pekan kedua bulan Syawal 1446 H terusik oleh sebuah peristiwa yang memprihatinkan: terjadinya perambahan Hutan Pendidikan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman (Unmul) oleh aktivitas tambang batu bara ilegal.
Kegiatan melanggar hukum ini telah merusak area seluas 3,26 hektare di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Diklat Kehutanan, yang merupakan bagian dari total luas lahan konservasi seluas 299 hektare. Sejak 1974, kawasan ini telah ditetapkan sebagai wilayah konservasi, riset, dan pendidikan lingkungan.
Ironisnya, ketika pemerintah tengah gencar meningkatkan kualitas dan akses pendidikan – bahkan sampai mendirikan Sekolah Rakyat – justru hutan pendidikan di Kaltim digerus oleh kepentingan jangka pendek yang merusak dan tidak bertanggung jawab.
Saya mengecam keras aktivitas tambang ilegal ini. Aparat penegak hukum harus mengusut tuntas kasus ini dan memberikan sanksi tegas kepada para pelaku tanpa pandang bulu. Para pelaku juga wajib mengganti kerugian akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
Penegakan hukum yang tegas sangat penting, agar memberi efek jera dan mencegah kejadian serupa, khususnya di kawasan pendidikan, riset, dan konservasi.
Pemerintah perlu memperkuat pengawasan dan pencegahan secara serius dan terpadu, agar kawasan seperti ini tidak kembali menjadi korban eksploitasi ilegal. Koordinasi lintas sektor, baik di tingkat pusat maupun daerah—terutama dengan aparat penegak hukum—harus diperkuat agar keberlanjutan hutan pendidikan dapat terjaga.
Pihak Fakultas Kehutanan Unmul telah melaporkan kasus penyerobotan ini, namun belum terlihat tindak lanjut dari pihak berwenang. Lebih memprihatinkan lagi, aktivitas tambang dengan pola “hit and run” (gali, ambil, lalu lari) itu telah mengakibatkan longsor di kawasan KHDTK Unmul.
Saya telah berkomunikasi langsung dengan Ketua Komite III DPD RI untuk mengawal kasus ini. Insya Allah, hasil advokasi Komite III akan direkomendasikan ke Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI untuk ditindaklanjuti.
Kasus perusakan hutan pendidikan ini harus menjadi momentum introspeksi bagi semua pihak, khususnya Pemprov Kaltim. Komitmen terhadap pelindungan lingkungan dan dunia pendidikan harus menjadi prioritas dalam pembangunan daerah ke depan.
Sebagai putri daerah, saya juga ingin mengingatkan bahwa lahan Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS) merupakan hibah dari Haji Adji Pangeran Afloes—mantan Gubernur Kalimantan Barat sekaligus cucu Sultan Adji Muhammad Sulaiman. Hibah tersebut memiliki visi jangka panjang bagi masa depan pendidikan di Kalimantan Timur.
Sudah sepatutnya kita semua bersinergi menjaga keberlanjutan sumber daya alam dan kawasan pendidikan di Bumi Etam. Pemerintah, masyarakat, dan lembaga pendidikan perlu berperan aktif dalam mengawal pembangunan berkelanjutan, baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun lingkungan. (*)
Editor: Redaksi Akurasi.id