Caleg berlomba-lomba memadati titik strategis dengan alat peraga kampanye, seperti baliho dan spanduk. Apakah cara-cara seperti itu masih tepat untuk meyakinkan pemilih?
Kaltim.akurasi.id, Bontang – Menghadapi Pemilu 2024, banyak calon anggota legislatif masih mengandalkan poster, spanduk, dan baliho untuk mengampanyekan diri kepada calon pemilih. Saking pentingnya alat peraga kampanye itu, titik-titik strategis yang banyak dilalui orang menjadi rebutan.
Ketika ruang memasang alat peraga tak lagi tersedia, pohon, tiang listrik, hingga rumah warga pun menjadi sasaran untuk dipasangi alat peraga. Namun, sejauh mana sesungguhnya efektivitas dari pemasangan banyak alat peraga itu untuk meyakinkan calon pemilih agar memilih calon anggota legislatif (caleg) tertentu?
Bakhtiar Wakkang, caleg dari Partai Nasdem yang berlaga di Daerah Pemilihan Bontang Selatan, tetap beranggapan alat peraga kampanye (APK), seperti baliho, spanduk, stiker, tetap dibutuhkan.
Dia bahkan mengalokasikan hingga belasan juta rupiah biaya kampanye untuk pengadaan APK. Baru sisanya untuk biaya operasional dan biaya pertemuan langsung dengan masyarakat. “Pengeluaran untuk cetak baliho mungkin ada sekitar Rp15 juta lah,” ujarnya saat dihubungi Akurasi.id, Jumat (22/12/2023).
Baliho dan spanduk telah disebar di beberapa tempat strategis yang ada di Bontang Selatan. Pria yang akrab disapa BW itu setuju pertimbangan calon pemilih memilih caleg bukan karena alat peraga kampanye. Namun, sebagai pengingat bagi mereka, APK jadi sangat penting. Bahkan, sebagian baliho didesain seperti bentuk surat suara dengan harapan akan membekas pada ingatan pemilih di hari pencoblosan, 14 Februari 2024.
Apalagi dirinya merupakan caleg petahana yang tingkat popularitasnya bisa dibilang cukup tinggi. ”Caleg sangat banyak, makanya kami perlu pasang APK supaya orang ingat terus dengan nama dan nomor urut saya,” kata BW.
Namun, tak hanya mengandalkan APK, BW sadar untuk meyakinkan pemilih, dirinya harus bertemu langsung dengan masyarakat di dapilnya. Ini terutama untuk menyampaikan programnya jika kelak berhasil terpilih lagi.
Maka, ia rutin bertemu masyarakat. Bahkan, belakangan, hampir setiap hari dia bertemu masyarakat. ”Kami menyampaikan program kepada pemilih melalui rases,” katanya.
Tak hanya BW, caleg petahana lain juga tak ingin kalah dan masih mengandalkan APK. Hanya saja, proporsi anggaran untuk pengadaan dan pemasangan APK diklaim tak lagi besar seperti saat baru berkontestasi di pemilu.
Caleg petahana dari Partai Gerindra, Raking misalnya, mengungkapkan, hanya mengalokasikan sedikit dana kampanye untuk pengadaan APK. Meski ia tak menyebutkan secara detail berapa jumlahnya. Dia bilang, anggaran yang dimiliki lebih dioptimalkan untuk kebutuhan oprasional lain, seperti rases, atau bertemu langsung dengan masyarakat.
”Baliho dan spanduk tetap ada, tetapi tidak terlalu masif,” ujar Raking yang juga mencalonkan diri di Dapil Bontang Selatan.
Meski demikian, Raking tak gusar dengan mengumbar terlalu banyak APK. ”Sebenarnya saya kampanye setiap hari, bukan hanya saat pileg (pemilihan anggota legislatif),” katanya.
Baliho Caleg Masikah Efektif Yakinkan Pemilih?
Pengamat politik dari Universitas Mulawarman (Unmul), Budiman menilai saat ini perhatian publik tersedot pada kompetisi calon presiden-calon wakil presiden sehingga caleg harus bekerja lebih keras dan lebih kreatif untuk memikat atensi dari calon pemilih.
Kata Budiman, untuk pememasang baliho dan spanduk kampanye terbilang masih efektif. Pasalnya, masyarakat Indonesia ini biasanya gampang lupa, jadi dengan adanya baliho dan spanduk setidaknya selalu mengingatkan kepada pemilih siapa yang akan dipilih.
Namun, model konvensional seperti itu tidaklah cukup meyakinkan calon pemilih. Dia bilang, pemilih harus mengenali betul calon yang akan dipilihnya. Untuk itu, caleg mau tidak mau harus rajin turun ke masyarakat, mengenalkan diri, termasuk menyosialisasikan program dan gagasannya jika kelak terpilih.
Menurutnya, pertemuan tatap muka dengan masyarakat tidak bisa digantikan oleh kehadiran APK seperti baliho dan spanduk. ”Pertemuan tatap muka, menyapa, menyalami calon pemilih sangat penting agar pemilih kenal calon,” kata Budiman.
Program yang dibawa oleh calon, juga harus relevan dengan kebutuhan masyarakat. Kebutuhan ini bisa berbeda-beda di setiap wilayah dalam dapil sehingga calon harus siap dengan beberapa program dan mengampanyekan program di satu wilayah sesuai dengan kebutuhan masyarakat di wilayah itu. Maka, agar program tepat sasaran dan menarik atensi pemilih, caleg dituntut untuk riset terlebih dahulu.
Selain kampanye tatap muka, menurut Budiman, para caleg harus memanfaatkan media sosial untuk menyampaikan gagasan dan memperkuat citra. ”Apa yang dilakukan secara offline dikoneksikan ke media sosial agar dampaknya lebih luas,” tambahnya.
Hal yang juga patut diperhatikan, katanya, calon dituntut hati-hati dalam memasang APK. Pemasangan APK yang sembarangan, sehingga merusak estetika, melukai pohon, dan di rumah-rumah warga tanpa seizin pemilik rumah, justru bisa menjadi bumerang bagi kandidat.
Ini seperti bisa dilihat dari kicauan banyak warganet di media sosial. Bahkan tak jarang, karena geram dengan pemasangan APK secara sembarangan, muncul seruan agar caleg pemasang APK tak dicoblos pemilih. Tentu, hal itu tak diharapkan oleh kandidat untuk bisa dipilih di Pemilu 2024. (*)
Penulis: Diva Ramadhani Prasetyo
Editor: Fajri Sunaryo