Pilgub Kaltim 2024 Disinyalir Bertabur Mahar Politik Lantaran Salah Satu Koalisi Bakal Calon Sudah Gemuk akan Partai Politik.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kaltim 2024, mahar politik menjadi isu hangat yang tengah berkembang di kalangan masyarakat. Isu tersebut muncul bukan tanpa sebab. Pasalnya, hampir semua partai yang memiliki kursi di DPRD Kaltim berbondong-bondong bergabung ke perahu salah satu bakal calon gubernur (Bacagub).
Koalisi itupun dikenal dengan sebutan koalisi gemuk. Lantaran, hingga saat ini koalisi tersebut memborong hampir semua kursi partai politik (parpol) elit sebagai syarat mendaftar di pilgub. Dengan total 44 kursi dari total 55 kursi dewan di Kaltim. Menyisakan 11 kursi dari 2 parpol untuk bakal calon lain.
Sementara, bakal calon lain ditengarai tengah tertatih-tatih untuk mendapatkan dukungan parpol. Hal itupun berujung kepada pertanyaan, apakah terjadi kongkalikong antara salah satu bakal calon dengan para elit di Tanah Benua Etam, sebutan lain Kaltim.
Memang belum ada peraturan yang secara gamblang mengatur hal tersebut. Namun, praktik seperti ini dianggap sebagai salah satu bentuk transaksi politik yang mencederai prinsip demokrasi dan integritas proses pemilihan.
Mahar politik merujuk pada sejumlah uang atau bentuk lain dari kompensasi yang diberikan oleh calon kepala daerah kepada partai politik. Sebagai syarat untuk mendapatkan dukungan dalam pencalonannya. Praktik ini sering kali tidak terlihat oleh publik dan sulit dibuktikan karena dilakukan secara tersembunyi.
Mahar Politik Masih jadi Tantangan
Komisioner Bawaslu Kaltim, Daini Rahmat mengakui, tantangan dalam menangani kasus mahar politik. Pasalnya, belum ada bukti kuat terkait adanya indikasi mahar politik tersebut.
“Kami masih mencari formulasi yang tepat, tentu ini sulit untuk ditindak, selama bukti yang kuat tidak ditemukan. Ini juga diatur dalam peraturan pemilu, tidak diperkenankan individu calon memberikan apapun kepada partai,” kata Daini Rahmat.
Dalam hal ini, Bawaslu RI telah bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melakukan pengawasan dana kampanye. Sebagai langkah pencegahan praktik jual beli atau mahal politik dalam pemilu.
“Kerja sama ini dilakukan, agar dapat mengetahui jejak dan transaksi yang mencurigakan,” jelasnya.
Kendati demikian, Daini mengakui, adanya keterbatasan dalam pengawasan tersebut. Karena tidak semua hal bisa termonitor melalui dana kampanye.
“Kami di sini juga mengalami keterbatasan, sehingga tidak mungkin bukti hanya dari sini saja,” ujarnya.
Untuk itu, dia berharap kolaborasi antara berbagai pihak untuk penindakan mahar politik. Dan juga adanya kesadaran dari masyarakat akan pentingnya demokrasi di Indonesia. Daini menambahkan, bahwa bantuan dari media juga sangat penting dalam mengusut kasus-kasus semacam ini.
“Kalau perlu ada bantuan dari wartawan yang bisa selidiki ini, itu sangat membantu penindakan mahar politik,” tutupnya. (*)
Penulis: Muhammad Zulkifli
Editor: Devi Nila Sari