Prevalensi Penyakit Tidak Menular (PTM) di Kalimantan Timur (Kaltim) menunjukkan penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2024, prevalensi Penyakit Tidak Menular (PTM) di Kalimantan Timur menunjukkan penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, di balik kabar baik ini, hipertensi masih menjadi momok yang patut diwaspadai.
Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Kaltim, dr. Jaya Mualimin. “SKI 2024 menunjukkan penurunan prevalensi beberapa PTM di Kaltim,” ujarnya di Samarinda pada Selasa (7/5/2024).
Contohnya, prevalensi hipertensi turun dari 10,8 persen di Riskesadas 2018 menjadi 11,1 persen di SKI 2024, dan prevalensi stroke turun dari 14,7 persen di Riskesadas 2018 menjadi 10,0 persen di SKI 2024.
Meskipun prevalensi PTM secara keseluruhan menunjukkan tren menurun, dr. Jaya mengingatkan bahwa hipertensi masih menjadi perhatian utama. Prevalensi hipertensi di Kaltim masih cukup tinggi, yaitu 11,1 persen. Ini menjadi faktor risiko utama bagi berbagai penyakit kronis lainnya, seperti stroke, penyakit jantung, dan gagal ginjal.
Data SKI 2024 juga mengungkapkan fakta memprihatinkan tentang kepatuhan pasien hipertensi dalam mengonsumsi obat. Lebih dari setengah (53,9 persen) pasien hipertensi di Kaltim tidak teratur atau tidak minum obat.
“Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan dan perlu menjadi perhatian serius,” sambungnya.
Lebih lanjut, dr. Jaya menjelaskan bahwa upaya untuk meningkatkan kepatuhan pasien hipertensi dan mengendalikan PTM secara keseluruhan membutuhkan pendekatan yang komprehensif.
“Penting untuk mengutamakan aspek promotif dan preventif, seperti edukasi kesehatan dan gaya hidup sehat. Namun, upaya kuratif, rehabilitatif, dan paliatif juga tidak boleh ditinggalkan,” tambahnya.
Salah satu strategi yang dijalankan pemerintah Kaltim untuk menangani PTM adalah memperkuat Pelayanan Terpadu PTM (PANDU PTM) di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP). PANDU PTM ini bertujuan untuk mendeteksi dini PTM dan memberikan skrining kesehatan yang komprehensif.
Upaya lain yang dilakukan adalah mengoptimalkan deteksi dini dengan bekerja sama dengan seluruh fasilitas kesehatan dan lintas sektor terkait.
“Kami ingin menjangkau masyarakat di usia lebih dari 15 tahun untuk mendapatkan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh,” tegas dr. Jaya. (*)
Penulis: Yasinta Erikania Daniartie
Editor: Redaksi Akurasi.id