Ini Cara BKKBN Tekan Stunting di Kota Tepian

Rachman Wahid
1 View
Kepala BKKBN Perwakilan Kaltim, Sunarto, ketika diwawancarai oleh awak media, terkait tekan stunting di Kota Tepian. (Yasinta Erikania Daniartie/Akurasi.id)

Program KB ini diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu dan bayi serta tekan stunting di Kota Tepian.

Kaltim.akurasi.id, Samarinda – BKKBN Perwakilan Kaltim meminta agar Pemerintah Kota Samarinda gencar mengkampanyekan pentingnya kesehatan reproduksi, terutama di kalangan remaja.

Upaya ini dilakukan sebagai salah satu langkah strategis untuk tekan stunting di Kota Tepian dan menekan kasus kenakalan remaja, seperti penggunaan narkoba dan perceraian dini.

Hal ini disampaikan oleh Kepala BKKBN Perwakilan Kaltim, Sunarto, ia menekankan pentingnya menunda pernikahan hingga usia 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki.

“Ketika berbicara masalah stunting, kita berharap jangan sampai menikah di bawah usia 21 tahun untuk wanita, prianya 25 tahun,” tegas Sunarto.

Selain itu, Sunarto juga menyoroti pentingnya program Keluarga Berencana (KB) pasca persalinan. KB pasca salin itu adalah ibu yang telah melahirkan 40 hari itu harus menggunakan alat kontrasepsi. Program KB ini diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu dan bayi serta mencegah stunting.

Salah satu fokus utama dalam upaya meningkatkan kesehatan reproduksi adalah melalui pendidikan seksualitas di sekolah.

Sunarto mendorong agar Pemerintah Kota Samarinda menginisiasi agar Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R) menjadi kegiatan ekstrakurikuler wajib di semua sekolah.

“Kita berharap pak wakil wali kota kabupaten kota menginisiasi itu, apakah dalam bentuk surat keputusan wali kota atau surat edaran wali kota meminta kepada sekolah untuk menjadikan PIKR di dalam genre itu menjadi ekstrakurikuler di sekolah,” jelas Sunarto.

Lantaran hal ini berkaitan dengan sumber daya manusia yang ada di Kota Tepian. Ia menyebutkan angka kenalan remaja di Samarinda cukup tinggi. Terutama dalam penggunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA).

“Selain itu, angka risiko perceraian di Samarinda juga tinggi. Jadi kita harus perbaiki juga dari hulu nya,” pungkas dia. (*)

Penulis: Yasinta Erikania Daniartie
Editor: Redaksi Akurasi.id

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *