Tugu Pesut Samarinda di simpang Mal Lembuswana menuai sorotan. Lantaran bentuk dan nilai anggarannya yang dianggap fantastis.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Proyek pembangunan Tugu Pesut di simpang Mal Lembuswana, Samarinda, tengah menjadi sorotan publik. Pasalnya, selain bentuknya yang dinilai aneh, ternyata tugu yang dirancang sebagai ikon baru kota ini menghabiskan anggaran sebesar Rp1,1 miliar.
Banyak yang menganggap tugu tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan mendesak kota. Lantaran masih banyak masalah lain yang lebih prioritas, seperti jalan berlubang, banjir, dan fasilitas pendidikan yang kurang memadai.
Dengan tinggi sekitar 8 meter dan warna merah mencolok, tugu ini terbuat dari konstruksi baja yang dilapisi kabel plastik daur ulang. Namun, desain dan anggaran besar tersebut menuai kritik dari berbagai kalangan, termasuk pengamat ekonomi.
Pengamat ekonomi dari Universitas Mulawarman, Purwadi mengungkapkan, keheranannya terhadap nilai anggaran yang dianggap terlalu besar untuk pembangunan tugu semacam itu.
“Wajar saja jika masyarakat mempertanyakan hal ini, karena bentuk dan hasil akhirnya mungkin berbeda dari ekspektasi mereka. Anggaran sebesar itu seharusnya dapat digunakan untuk hal yang lebih penting dan mendesak,” tutur Purwadi.
Purwadi menekankan, pentingnya transparansi dalam rencana anggaran biaya (RAB) proyek. Menurutnya, masyarakat berhak mengetahui detail anggaran dan proses pelaksanaan proyek.
“Yang harus ditekankan adalah keterbukaan informasi publik. Publik berhak tahu bagaimana rancangan awal proyek, siapa kontraktornya, dan bagaimana rincian biayanya. Hal ini untuk memastikan anggaran sebesar Rp1,1 miliar memang masuk akal untuk tugu tersebut,” katanya.
Purwadi: Duit Rp1,1 Miliar Lebih Baik untuk Bangun Sekolah
Ia mengatakan, bahwa dana sebesar itu bisa dialokasikan untuk proyek lain yang lebih mendesak, seperti pembangunan sekolah atau infrastruktur penting lainnya.
“Dengan Rp1,1 miliar, kita bisa membangun satu gedung sekolah, yang dampaknya jauh lebih nyata bagi masyarakat. Jadi, prioritas anggaran seharusnya diarahkan ke kebutuhan mendasar seperti pendidikan,” tegasnya.
Purwadi mengingatkan Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda, agar mempertanggungjawabkan anggaran ini kepada masyarakat. Ia meminta adanya transparansi dalam pelaporan proyek, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan.
“Jika pemkot ingin mendapatkan kepercayaan masyarakat, mereka harus bersikap terbuka. Jangan sampai proyek seperti ini malah merugikan kredibilitas pemerintah,” tutupnya. (*)
Penulis: Muhammad Zulkifli
Editor: Devi Nila Sari