Sejak 1967 lahan keluarga Sahariah sudah dipinjamkan untuk HGU. Kini tanahnya kembali terancam pembangunan tol dan Bandara VVIP. Warga menuntut ganti rugi atau pengembalian lahan.
Kaltim.akurasi.id, Penajam Paser Utara – Warga Kelurahan Pantai Lango, Sahariah, mengungkapkan kekecewaannya kepada pemerintah yang dianggap tidak pernah memberi kepastian terkait lahan miliknya yang terdampak pembangunan Jalan Tol Segmen 5A-5B dan Bandara Very Very Important Person (VVIP). Ia menegaskan hanya menuntut haknya untuk segera diselesaikan.
“Itu kebun kami, tanah kami, yang selalu dijanji-janji saja. Dari pihak Bank Tanah, dari bupati, dari BPN, semuanya hanya janji,” kata Sahariah dengan nada kesal usai berorasi dalam aksi bersama warga, Rabu (10/09/2025).
Sahariah menuturkan keluarganya sudah lama menempati dan mengelola lahan tersebut. Dari total 19 hektare milik keluarga, terdapat 4 hektare yang produktif dan menjadi sumber penghidupan.
“Saya benar-benar tinggal di situ, bukan di perkampungan. Kebun saya yang kena langsung tol 5B,” jelasnya.
Tolak Reforma Agraria, Nilai Hanya Bisnis Elit
Sahariah mengaku sempat dijanjikan pergantian lahan melalui program reforma agraria, namun ia menolak karena menilai hal itu hanya menjadi ajang bisnis elit politik di PPU.
“Kami dijanjikan mau direforma, tapi kami tidak mau. Itu hanya bisnis pemerintah,” tegasnya.
Ia menilai tidak adil bila lahannya dipakai untuk pembangunan tol yang nantinya menghasilkan retribusi dari setiap kendaraan, sementara warga tidak mendapat ganti rugi yang layak.
“Kalau tol 5B setiap orang lewat harus bayar, kenapa kami yang punya tanah tidak dibayar? Kami hanya minta keadilan,” katanya.
Sejarah Panjang Lahan Keluarga
Sahariah mengingatkan, keluarganya pernah memberikan pinjaman tanah kepada pemerintah sejak 1967 untuk Hak Guna Usaha (HGU) PT Triteknik Kalimantan Abadi (TKA). Perjanjian itu berlaku 30 tahun, dan seharusnya lahan dikembalikan setelah HGU berakhir.
“Nyatanya, lahan kami digundul sepihak tanpa pemberitahuan. Setelah 30 tahun, bukan kembali ke kami, tapi malah digarap lagi,” ungkapnya.
Kini, lahan yang dulu menghasilkan sawit bagi keluarganya sudah berubah menjadi jembatan penghubung tol 5B menuju Bandara VVIP. Ia juga mengingat kembali insiden penahanan sembilan warga Pantai Lango pada 2024 saat peletakan batu pertama bandara oleh Presiden Joko Widodo.
Desak Bupati Turun Tangan
Sahariah menegaskan, Bupati PPU Mudyat Noor harus segera menyelesaikan persoalan ini. Ia menduga ada persekongkolan antara pemerintah daerah dengan ATR/BPN sehingga masalah lahan warga tidak kunjung tuntas.
“Kalau tidak ada persekongkolan antara ATR/BPN sama bupati, tidak mungkin hal ini tidak bisa diselesaikan,” tegasnya.
Ia menambahkan, lahan keluarganya sudah lama memiliki surat segel. Namun, saat hendak meningkatkan status menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM), pihak kelurahan justru dianggap menghalangi, bahkan jauh sebelum ada wacana IKN.
“Kalau tidak bisa dibayar, kembalikan saja tanah itu kepada kami. Jangan malah diberikan ke Bank Tanah lewat HPL,” ujarnya. (*)
Penulis: Nelly Agustina
Editor: Redaksi Akurasi.id