Banjir Bukit Pinang Tak Kunjung Teratasi, Usulan Warga Mengendap di Musrembang

Bertahun-tahun warga RT 12 dan 13 Perumahan Bukit Pinang, Samarinda, harus hidup dalam genangan. Meski kelurahan tak pernah absen mengusulkan penanganan di Musrembang sejak 2022, realisasi dari Pemkot Samarinda hingga kini tak kunjung datang.
Fajri
By
3.2k Views

Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Warga RT 12 dan 13 Perumahan Bukit Pinang, Kelurahan Bukit Pinang, Samarinda, sudah bertahun-tahun menghadapi banjir. Meski usulan penanganan terus diajukan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) sejak 2022, hingga kini belum ada realisasi dari Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda.

Kepala Kelurahan Bukit Pinang, Eko Purwanto, menegaskan pihaknya konsisten memperjuangkan aspirasi warga tersebut. RT 12 bahkan masuk daftar usulan sejak banjir besar melanda pada 2021, saat pemerintah kota dan provinsi menyepakati solusi berupa pembangunan folder dan saluran air.

“Setiap tahun kami tetap masukkan ke Musrembang. Untuk RT 12 ini, sudah pernah juga kami usulkan turap. Tapi sampai sekarang belum ada realisasi,” kata Eko, Senin (29/9/2025).

Menurut Eko, selama belum dikerjakan, usulan akan otomatis terus diajukan kembali. Kelurahan memang tidak memiliki anggaran langsung untuk pembangunan infrastruktur, sehingga harapan warga sepenuhnya ditopang mekanisme Musrembang.

“Selama belum dilaksanakan, otomatis tetap kami ajukan lagi setiap tahun. Itulah cara kami memperjuangkan aspirasi warga,” jelasnya.

Rencana Penanganan Masuk Program PUPR

Eko menyebut, persoalan banjir Bukit Pinang sebenarnya sudah masuk daftar penanganan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Samarinda. Beberapa program bahkan tercantum dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).

“Turap dan drainase sudah kami masukkan sebagai usulan. Insyaallah kalau tidak ada kendala, akan ditangani pada 2026. Ada dua titik prioritas yang akan jadi fokus agar genangan bisa berkurang,” ujarnya.

Namun, rencana tersebut masih terkendala persoalan lahan. Rencana pembangunan folder di belakang RT 13 belum berjalan karena status tanah masih milik warga dan membutuhkan pembebasan lahan.

“Tim provinsi sudah pernah turun untuk uji teknis. Rencana folder sebenarnya sudah ada, tapi terhambat pembebasan lahan,” terang Eko.

Infrastruktur Belum Menyeluruh

Upaya sebelumnya berupa pembangunan saluran irigasi memang pernah dilakukan, tetapi belum menyeluruh. Saluran hanya dibangun di hilir, sementara bagian hulu belum tersentuh.

“Yang kami usulkan bukan hanya drainase, tapi lengkap dengan irigasi dan folder. Kalau salurannya kecil, folder sebesar apa pun tidak akan efektif,” tegasnya.

Selain itu, aktivitas pematangan lahan untuk pergudangan di sekitar kawasan juga dituding memperparah banjir. Perubahan kontur tanah mengurangi resapan air, membuat aliran air lebih cepat menggenangi rumah warga.

Koordinasi dengan Pihak Pergudangan

Meski begitu, Eko menilai komunikasi dengan pihak pergudangan sejauh ini masih cukup baik. Keluhan warga seperti jalan kotor akibat truk biasanya segera ditindaklanjuti setelah dilaporkan.

“Kalau ada truk kotorin jalan, kami lapor, langsung dibersihkan. Jadi komunikasi masih berjalan baik,” jelasnya.

Ia menambahkan, apabila banjir terbukti disebabkan oleh aktivitas pergudangan, pihak pengelola bersedia bertanggung jawab.

“Bentuk tanggung jawab itu biasanya berupa ganti rugi atas kerusakan barang-barang rumah tangga,” jelasnya. (*)

Penulis: Muhammad Zulkifli
Editor: Redaksi Akurasi.id

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Menu Vertikal
Menu Sederhana