
Kasus pasien Isoman meninggal di depan RSUD AWS, Polisi belum terima laporan, enggan berasumsi Pidana. Memang, penolakan memberikan tindakan medis terhadap pasien dalam keadaan darurat sejatinya tidak diperbolehkan.
Akurasi.id, Samarinda – Kasus pasien Isoman meninggal dunia akibat mengalami penolakan penanganan dari pihak Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie (RSUD AWS), turut terpantau oleh jajaran kepolisian di Polresta Samarinda. Hal tersebut disampaikan oleh Kasatreskrim Polresta Samarinda Kompol Andika Dharma Sena, Selasa (27/7/2021) siang.
Sena sapaan karibnya, menyampaikan, kendati telah mengetahui perihal peristiwa memilukan tersebut. Namun pihaknya hingga saat ini belum menerima laporan dari pihak keluarga korban yang merasa tidak terima dengan kejadian itu.
“Belum ada (laporan) sampai sekarang ini. Kalau kejadiannya kita monitor. Tapi saya coba cek lagi kalau ada laporannya,” ungkap polisi muda tersebut.
Kompol Andika Dharma Sena juga mengatakan, memilih untuk tidak asal menyimpulkan. Apabila pihak keluarga korban akhirnya juga memilih untuk membuat laporan polisi, pihaknya mesti perlu melakukan penyelidikan dan menelaah kasus tersebut terlebih dahulu.
“Kita mesti harus melihat dulu kasusnya. Kita lihat (lidik) dulu, baru seperti apa (tindakannya). Untuk langsung bilang (sanksi pidana) gitu, kita tidak boleh berasumsi,” tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, RSUD AWS Samarinda pada Senin (26/7/2021) dini hari lalu, sempat dalam keadaan mencekam. Puluhan relawan hingga warga tampak berkumpul di Instalasi Gawat Darurat di rumah sakit pelat merah tersebut. Ketegangan yang terjadi antar tim tenaga kesehatan (Nakes) dengan warga ini, disebabkan pihak rumah sakit enggan menerima pasien Isoman yang tengah membutuhkan perawatan.
[irp]
Akibat dari penolakan itu, pasien yang memiliki gejala sesak napas itu sampai harus meregang nyawa di dalam mobil ambulans milik relawan. Pasien Isoman tersebut, merupakan seorang nenek berusia 80 tahun, warga Jalan Pangeran Suryanata, Kelurahan Bukit Pinang, Samarinda Ulu.
Seperti yang telah dijelaskan oleh pengamat hukum Herdiansyah Hamzah, ketika diminta tanggapannya oleh media ini menjelaskan, bahwa penolakan memberikan tindakan medis terhadap pasien dalam keadaan darurat sejatinya tidak diperbolehkan.
Rumah sakit dilarang menolak memberikan tindakan medis terhadap pasien dalam keadaan darurat tersebut sudah diatur pada Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Disebutkan secara eksplisit jika dalam keadaan darurat, termasuk dalam situasi bencana, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, dilarang menolak pasien.
Bahkan Dosen Hukum Universitas Mulawarman Samarinda tersebut, turut menyampaikan, apabila pimpinan atau tenaga kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan darurat, dapat dikenakan sanksi pidana. Sanksi pidana ini jauh lebih berat jika mengakibatkan kematian. Klausa itu tercantum di Pasal 190 UU 36/2009.
[irp]
Kendati dalam kasus ini fasilitas kesehatan mengalami over load atau over capacity, mengingat grafik pasien COVID-19 yang terus meningkat.
“Rumah sakit tetap tidak boleh menolak pasien dalam keadaan apa pun, terlebih dalam kondisi darurat yang jelas-jelas warga sedang bertarung nyawa,” ujar Hamzah. (*)
Penulis: Muhammad Budi Kurniawan
Editor: Rachman Wahid