
Tolak pemindahan SMA 10, Komisi IV DPRD Kaltim menegaskan, akan memanggil Disdikbud Kaltim untuk menindaklanjuti aspirasi siswa.
Akurasi.id, Samarinda – Drama pemindahan gedung SMA 10 Samarinda di Jalan HAM Rifaddin memasuki babak baru. Setelah sebelumnya menyatakan penolakan pemindahan ke gedung belajar dari gedung A ke gedung B di Jalan Perjuangan, kini para siswa, orang tua siswa, serta guru yang tergabung dalam aliansi SMA 10 Samarinda seruduk gedung DPRD Kaltim menyatakan tolak pemindahan SMA 10 ke Education Center di Jalan PM Noor, Senin (3/1/2022).
Puluhan siswa SMA 10 didampingi guru dan wali murid melakukan aksi demonstrasi untuk menyuarakan perihal itu di depan gedung Karang Paci. Aksi tersebut digelar sekitar 2 jam, dari pukul 09.30 hingga 11.30 Wita.
Salah satu perwakilan aliansi yang juga merupakan siswa kelas XI SMA 10 Susilo Bambang mengatakan, pemindahan SMA 10 ke Education Center membuat seluruh pihak tidak tenang.
“Katanya dipindahkan ke Sempaja di Education Center. Alasannya masih kurang jelas, dari Disdik (Disdikbud Kaltim) katanya agar kami lebih tenang. Padahal kami tenang, gara-gara dipindahkan kami jadi tidak tenang,” tuturnya kepada awak media.
Aksi yang dilakukan tersebut pun dilakukan untuk menyatakan penolakan kepindahan tersebut dan terus mempertahankan gedung A di Samarinda Seberang sebagai tempat belajar siswa-siswi SMA 10.
“Harapan kami untuk tidak dipindah, sesuai UU berlaku, sesuai zonasi. Di mana kami sudah diterima di zonasi, kenapa kami dipindah ke tempat yang sangat jauh. Kami tetap mau bertahan di tempat yang harus kami miliki, bukan yang seharusnya diberikan ke swasta,” ungkapnya.
Orang Tua Juga Tolak Pemindahan SMA 10, Minta Bertemu Gubernur Kaltim
Perwakilan orang tua siswa, Siswanto menambahkan, pihaknya menolak pemindahan sekolah tersebut ke kawasan Sempaja dikarenakan berbagai pertimbangan. Selain itu, menurutnya, SMA 10 sepenuhnya merupakan hak mereka karena berada di zonasi Samarinda Seberang, Loa Janan Ilir, dan Palaran.
“Kalau dipindahkan ke Sempaja itu banyak risiko, tempatnya juga jauh. Belum lagi kalau ada kendala banjir dan lain-lain. Sehingga anak-anak dan orang tua satu suara untuk menolak,” tegasnya.
Selain bertujuan menolak pemindahan tempat belajar dari kampus A ke Education Center, aksi damai tersebut juga bertujuan untuk meminta Ketua DPRD Kaltim agar dapat memfasilitasi orang tua agar dapat bertemu Gubernur Kaltim.
Menurutnya, yayasan tidak boleh menempati Gedung A yang notabene milik pemerintah. Selain itu, selama ini orang tua dan siswa kerap dibuat berharap dengan janji pemerintah, namun tidak pernah ada realisasi.
“Jadi aksi ini agar bisa difasilitasi dan menindaklanjuti. Harapannya agar kami tetap di kampus A belajar dengan tenang di zonasinya. Karena dengan polemik ini, mengganggu ketenangan mereka,” harapnya.
[irp]
Komisi IV DPRD Kaltim Janji Panggil Disdikbud Kaltim, Tindaklanjuti Aspirasi Siswa, Guru dan Wali
Setelah melakukan aksi demonstrasi, perwakilan SMA 10 melakukan rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi 1 dan Komisi IV DPRD Kaltim. Pertemuan itu pun dilakukan kurang lebih 2 jam dari pukul 11.00 hingga 13.00 Wita di gedung E Lantai 1 Komplek DPRD Kaltim.
Dikonfirmasi usai rapat, Ketua Komisi IV DPRD Kaltim Rusman Ya’qub menegaskan, akan memanggil Disdikbud Kaltim untuk menindaklanjuti aspirasi siswa, wali, dan guru SMA 10 berkaitan pemindahan gedung belajar ke Education Center Jalan PM Noor.
“Besok kami akan memanggil Disdikbud Kaltim. Seperti apa sih ini sebetulnya. Kalau dipindah seperti apa prasarananya seperti apa,” kata dia.
Ia mengakui, perihal kewenangan tata kelola pendidikan memang berada di tangan eksekutif dan pihaknya tidak dapat memasuki ranah tersebut. Namun, sebagai wakil rakyat pihaknya memiliki kewenangan untuk meneruskan aspirasi masyarakat kepada Gubernur Kaltim.
“Kalau itu dipindah ke Education Center bisa enggak dibuat lebih nyaman dari Kampus A. Agar anak-anak didik kita tidak merasa terganggu dan waswas,” sebutnya.
Menindaklanjuti persoalan yang telah menahun tersebut, menurut anggota DPRD Kaltim dari Fraksi PPP ini, SMA 10 tidak perlu dipindahkan dan kedua belah pihak, baik SMA 10 dan Yayasan Melati, dapat hidup berdampingan seperti beberapa tahun silam.
“Awal kelahiran SMA 10 kan bekerja sama dengan Yayasan Melati. Sekarang pertanyaannya, kenapa tidak bisa? Ada apa? Apalagi zonasi di sana, cuma ada SMA 10,” ujarnya.
Argumen tersebut diperkuat dengan tingginya lulusan SMP di kawasan Samarinda Seberang, sehingga ada kekhawatiran banyaknya peserta didik yang tak tertampung di SMA/SMK karena sistim zonasi dan minimnya sekolah.
[irp]
“Rata-rata lulusan peserta didik dari SMP ke SMA per tahunnya 2500 hingga 3000 siswa. Sementara daya tampungnya hanya 1500 saja. Jika SMA 10 dipindahkan, maka orang tua pasti akan kebingungan mencari sekolah di zonanya,” tutur Rusman. (*)
Penulis: Devi Nila Sari
Editor: Redaksi Akurasi.id