Kisah Mistis di Balik Penemuan Mayat di Bontang Lestari, Teman Korban Sempat Mencium Bau Kain Kafan

kaltim_akurasi
22 Views
Ali memperlihatkan foto (alm) S, saat berbincang kepada wartawan Akurasi.id (Fajri/Akurasi.id)
Kisah Mistis di Balik Penemuan Mayat di Bontang Lestari, Teman Korban Sempat Mencium Bau Kain Kafan
Ali memperlihatkan foto (alm) S, saat berbincang kepada wartawan Akurasi.id (Fajri/Akurasi.id)

Kisah Mistis di Balik Penemuan Mayat di Bontang Lestari, Teman Korban Sempat Mencium Bau Kain Kafan. Korban dikenal baik dan pintar memasak. Rekan-rekan korban pun merasa kehilangan sosok orang tua. Kasus penemuan mayat di Bontang Lestari ini telah ditangani kepolisian.

Akurasi.id, Bontang – Penemuan sesosok mayat di Bontang Lestari, RT 01, Bontang Selatan, Rabu (8/9/2021) kemarin, sempat menghebohkan warga. Rumah panggung setinggi satu meter berdinding tripleks menjadi tempat penemuan mayat pria berinisial S (56) tersebut.

Pondok berukuran 4×4 itu berdempetan dengan kandang ayam. Di sana tempat S, Ali , dan dua teman lainnya tinggal. Ali biasanya tidur di dalam kamar. Sedang S biasa merebah untuk istirahat di ruang tamu yang sempit dan sederhana.

Di halaman depan sebuah pondok itu, terdapat sebuah ladang, ada banyak tanaman yang tumbuh di sana. Mulai dari cabai, pepaya, dan berbagai jenis sayur mayur. Di sana biasanya S menghabiskan waktu seharian. Tanaman itu bukan hanya dirawat dan disirami dengan telaten, tapi juga dipanen kemudian dijual ke pasar.

“Setiap selesai panen saya yang antar bapak itu ke pasar malam atau ke kota,” cerita Ali.

Keseharian S sederhana, setiap dini hari sekira pukul 03.00 Wita, petani tua itu pasti bangun untuk melaksanakan salat tahajud. Selepas salat, barulah ia akan kembali memejamkan mata sejenak.

Hingga kumandang azan subuh kembali membangunkan pria kelahiran Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan itu untuk melaksanakan salat. Usai melaksanakan kewajibannya, biasanya dia mulai memasak bahan makanan untuk mereka santap sebelum bekerja.

[irp]

Petani tua yang berusia sekitar 56 tahun itu akan pulang ke pondok saat siang. Dan kembali melanjutkan pekerjaannya sebagai tukang kebun selepas dia salat zuhur. Dan akan kembali ke rumah sebelum petang menjemput.

Dibandingkan dengan kedua temannya yang lain, Ali merupakan sosok yang sangat akrab dengan S. Meski Ali baru tinggal bersama sejak setahun belakangan. Namun, sosok S sudah ia anggap seperti ayahnya sendiri.

“Om (S) itu orangnya rendah hati. Sejak saya tinggal bersama, saya belum pernah liat dia marah. Dia sudah tinggal di sini kurang lebih satu setengah tahun. Kalau saya baru satu tahun,” kata Ali kepada Akurasi.id.

[irp]

Di Balik Temuan Mayat di Bontang Lestari, Semerbak Aroma Kain Kafan Jadi Isyarat

Laki-laki paruh baya itu menguap menahan kantuk sembari memandangi ruangan kecil bercahaya lampu 10 watt. Di dalam pondok kecil itu (alm) S dan temannya Ali tengah berbincang. Ali mulai bercerita, malam itu sekira pukul 23.00 Wita, S duduk menghadap persis di hadapan muka Ali.

Kerutan di wajah S menyadarkan Ali akan lipatan rasa sakit yang tak mampu tersembunyikan oleh mata. Setiap kali menuang air ke dalam gelas, tangan S tampak gemetar. Ditambah batuk yang hampir setiap menit keluar dari tenggorokan S.

Keadaan itu membuat Ali melamun dalam keprihatinan dan mengabaikan hawa dingin yang mulai menusuk kulit. “Pikiran ku mulai aneh malam itu. Saya melihat bibir teman saya itu kelihatan hitam pucat, enggak tahu kenapa,” cerita Ali.

Dalam perbincangan, isyarat-isyarat tak wajar mulai mengganggu pikiran Ali. Rasa khawatir kian membentang dalam benaknya. Dirinya merasa ada yang aneh dengan petani tua itu.

[irp]

“Om, cium enggak bau kain kafan,” Ali menirukan perbincangannya dengan S.

“Enggak cium, mungkin dari tempat pemakaman umum,” jawab S.

Setelah melalui perbincangan panjang malam itu. Sekira pukul 01.00 Wita, dengan perasaan yang masih tidak karuan, Ali kembali ke kamarnya. Tak pernah terbayangkan sebelumnya, perbincangan malam itu menjadi obrolan terakhirnya dengan orang yang sudah dia anggap seperti orang tua sendiri.

“Pak tua itu sudah saya anggap seperti bapak saya sendiri. Kami sudah hidup bersama selama setahun terakhir ini,” ujarnya.

[irp]

Ketika Pagi Berganti Jadi Histeris Dalam Penemuan Mayat di Bontang

Malam semakin larut, dari tempat Ali tidur, begitu jelas dia mendengar suara dentuman yang begitu keras, seperti ada sesuatu yang terjatuh. Namun, semua itu tak dihiraukan Ali. Dia hanya mengambil ponselnya sejenak melirik jam yang sudah membidik angka 03.00 Wita. ”Hewan apakah itu? Binatang jenis apa itu?,” ia bertanya-tanya dalam hati. Lalu melanjutkan lagi tidurnya.

Menit berbilang jam, sinar matahari mulai membias di balik awan tipis yang menutupi sudut timur Bontang Lestari. Seorang teman S bernama Jamal yang datang dari kebun sebelah mengetuk pintu rumah. Satu ketukan, dua ketukan, hingga beberapa kali ketukan, tak kunjung ada respons.

Berbekal rasa penasaran, Jamal kemudian langsung masuk ke dalam rumah pondok itu. Sembari meneriaki nama S beberapa kali. Betapa kagetnya Jamal saat menoleh ke arah dapur. Dia melihat jasad S tengkurap. “Tolong, kenapa om itu tengkurap di dapur,” lengkingan teriakan yang begitu keras seketika membangunkan Ali.

[irp]

Mendengar suara teriakan itu, sontak ia langsung terbangun dari tidur lelapnya. Dengan mata sayu, dia mulai melangkah keluar kamar. Ali terperanjat kaget. Badannya sedikit lemas, matanya kemudian melotot, dalam penglihatannya sangat jelas. Tubuh petani tua tergeletak kaku di dapur. Badannya membusung ke bawah.

Sejurus kemudian, Ali memberanikan diri mendekati jasad S. Jamal sempat memperingatinya. “Jangan disentuh, nanti corona,” kata temannya itu. Namun, semua itu tak dihiraukan Ali. Dia tetap mendekati jasad S. “Pas saya angkat badannya sudah dingin dan kaku. Mulutnya saya liat mengeluarkan liur. Saya cek nadinya sudah tidak ada tanda kehidupan,” ucap Ali getir.

Dia kemudian membopong jasad petani tua itu kembali ke kamarnya. Lalu meminta temannya tadi untuk menginformasikan kepada ketua RT, untuk diberitahukan ke warga sekitar melalui pengumuman di masjid. “Saat itu masih pukul 07.30 Wita. Masih pagi sekali. Saya langsung menghubungi semua keluarganya. Yang ada di Bontang dan istrinya yang ada di Sulawesi,” jelas Ali.

[irp]

Ali bilang, kemungkinan besar petani tua itu meninggal dikarenakan penyakitnya yang sudah semakin parah. S memang memiliki riwayat penyakit maag dan asma. Bahkan, sejak tiga minggu terakhir, Ali sudah dua kali mengantarkan petani tua itu berobat ke klinik di Bontang Lestari.

“Sudah tiga minggu ini batuknya semakin parah. Saya sudah dua kali antar berobat ke klinik. Terkadang kalau malam, suara batuknya itu terdengar seisi rumah,” cerita Ali.

Sekitar pukul 09.00 Wita, Ketua RT didampingi pihak kepolisian dan petugas puskesmas datang ke kediaman mereka. Melakukan olah TKP dan swab kepada S. Dari hasil pemeriksaan Tim Covid-19 Puskesmas Bontang Lestari, hasil swab S dinyatakan negatif. Selepas salat Zuhur, Rabu (8/9/2021), S dimakamkan di TPU Bontang Lestari.

[irp]

Ali mengaku sangat kehilangan sosok S. Kini, tak ada lagi tempat Ali berbagi kisah. Tak ada lagi sosok yang menurutnya koki andal. Hari-hari berikutnya pasti dia akan sangat merindukan petani tua itu. “Rumah pasti akan sangat sepi nanti. Karena almarhum sudah tidak ada. Gak ada lagi yang masakkan kami,” tukas Ali (*)

Penulis: Fajri Sunaryo

Editor: Rachman Wahid

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *