Kaltim.akurasi.id, Bontang – Dilema kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di sejumlah daerah di Indonesia beberapa waktu terakhir sempat memicu aksi protes hingga demonstrasi warga. Hal itu terjadi karena adanya penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang sudah belasan tahun tidak pernah diperbarui.
Namun, kondisi berbeda justru terjadi di Kota Bontang. Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Bontang memastikan bahwa tahun 2025 tidak ada kenaikan tarif PBB maupun NJOP. Kebijakan ini dinilai sebagai bentuk perhatian pemerintah terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Kepala Bidang (Kabid) Pengelolaan Pendapatan Daerah Bapenda Bontang, Syapriansyah, menegaskan bahwa hingga saat ini Bontang masih mengacu pada Surat Keputusan Wali Kota Nomor 448 Tahun 2018 tentang penetapan NJOP.
“Tarif PBB di Bontang tetap sama, yakni 0,1 persen untuk NJOP di bawah Rp1 miliar, dan 0,2 persen untuk NJOP di atas Rp1 miliar. Tahun 2025 ini belum ada kenaikan,” jelas Syapriansyah.
Ia menjelaskan, penentuan NJOP pada dasarnya sangat bergantung pada lokasi dan zonasi. Tanah yang berada di pinggir jalan besar atau memiliki akses strategis biasanya akan lebih tinggi nilainya dibandingkan tanah di kawasan dalam. Hal inilah yang kerap menjadi dasar penyesuaian di daerah lain.
Baca Juga
“Kalau di beberapa daerah, penyesuaian dilakukan karena NJOP tidak pernah diubah lebih dari sepuluh tahun. Tapi di Bontang, kita masih melihat kondisi masyarakat dan memilih untuk tidak menaikkan,” ujarnya.
Selain menahan kenaikan tarif, Bapenda Bontang bahkan mengeluarkan kebijakan stimulus. Tahun ini, kata Syapriansyah, pemerintah memberikan penghapusan denda PBB bagi masyarakat yang masih memiliki tunggakan. Wajib pajak cukup membayar pokok pajaknya, sementara dendanya dihapuskan.
Program penghapusan denda ini berlaku hingga akhir tahun 2025. Syapriansyah mengimbau agar masyarakat segera memanfaatkan kesempatan tersebut agar status kewajibannya kembali bersih. Sebab langkah mempertahankan tarif PBB sekaligus memberikan stimulus penghapusan denda adalah strategi untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan penerimaan daerah dengan kemampuan masyarakat.
Baca Juga
“Pajak merupakan kontribusi wajib, tetapi kami juga harus memperhatikan kondisi sosial ekonomi. Harapannya, dengan kebijakan ini, tingkat kepatuhan masyarakat dalam membayar PBB semakin meningkat,” tutupnya. (adv/bapendabontang/cha/uci)
Penulis: Siti Rosidah More
Editor: Sudi Surya Dewi