Disdikbud Kaltim perbolehkan sekolah reguler terapkan program inklusi. Di Kaltim sendiri ada sekira 19 sekolah yang tersebar menerapkan program tersebut.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim mendorong sekolah reguler khususnya negeri untuk menerapkan program pendidikan inklusi. Demi pemerataan pendidikan khususnya bagi anak berkebutuhan khusus.
Hal itu disampaikan langsung oleh Pengawas Pendidikan Khusus Disdikbud Kaltim Sapi’i pada Jumat (28/07/2023). “Boleh saja sekolah lain khususnya sekolah negeri, untuk menerapkan program inklusi, tidak ada yang melarang,” ujarnya kepada Akurasi.id, belum lama ini.
Untuk Samarinda sendiri, Sapi’i mengungkapkan sekolah negeri yang ditunjuk oleh Disdikbud dalam pelaksanaan program inklusi ialah SMAN 8 dan SMKN 3 Samarinda. Dia juga membeberkan alasan mengapa kedua sekolah tersebut ditunjuk sebagai sekolah inklusi.
“SMAN 8 Samarinda termasuk lama dalam menjalankan program tersebut. Tentu disesuaikan dengan fasilitas yang ada di sekolah masing-masing,” kata Sapi’i.
Sapi’i menambahkan, Kaltim memiliki belasan sekolah inklusi di setiap kabupaten maupun kotanya. Setiap daerah ditunjuk dua sekolah untuk menerapkan program tersebut.
“Untuk sekolah inklusi sendiri, Disdikbud Kaltim memberikan wewenang khusus untuk dua sekolah di setiap daerahnya. Masing-masing satu untuk jenjang SMA dan SMK,” sebutnya.
Dia menyebut terdapat 19 sekolah inklusi yang tersebar di Kaltim yang saat ini masih menerapkan program tersebut.
“Harusnya kan ada 20 sekolah inklusi, cuma di Kabupaten Mahakam Ulu hanya ada satu sekolah inklusi yaitu SMA. Untuk SMK-nya mereka tidak punya,” imbuhnya.
Sapi’i menjabarkan aturan tersebut termuat dalam Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009, anak berkebutuhan khusus (ABK) bisa mengikuti pembelajaran lewat sekolah inklusi. Namun, hal itu juga disesuaikan dengan fasilitas maupun sarana prasarana di sekolah tersebut.
“Bukan hanya peran orang tua saja, tapi juga kesiapan sekolah dalam menampung anak berkebutuhan khusus. Dilihat juga SDM gurunya, bisa tidak mengajar anak berkebutuhan khusus,” paparnya.
Diakhir, Sapi’i juga meminta kepada seluruh orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus, agar lebih mempertimbangkan sekolah inklusi, maupun Sekolah Luar Biasa (SLB). Keduanya memiliki fasilitas yang berbeda-beda.
“Saya harap, peran orang tua sangat penting. Misal anaknya tuna netra, tapi di sekolah inklusi tidak ada guru yang bisa mengajar anak tersebut. Maka lebih baik dimasukan ke sekolah SLB saja. (adv/disdikbudkaltim/zul/uci)
Penulis: Muhammad Zulkifli
Editor: Suci Surya Dewi