Melalui sosialisasi Budaya Sensor Mandiri di Kaltim. Pemprov Kaltim bersama LSF RI dan FIB Unmul berharap masyarakat cerdas memilah dan memilih tontonan.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Lembaga Sensor Film Republik Indonesia (LSF RI) menggelar sosialisasi budaya sensor mandiri di Provinsi Kaltim. Sosialisasi ini dipimpin langsung oleh Ketua LSF RI, Rommy Fibri Hardiyanto.
Adapun peserta sosialisasi dari kalangan pelajar, mahasiswa, guru, akademisi, perwakilan dinas/lembaga, dan bioskop di Kota Samarinda, Rommy menjelaskan tugas dan fungsi LSF.
Rommy menyampaikan, bahwa tujuan dari sosialisasi ini adalah agar masyarakat mampu memilih dan memilah tontonan sesuai dengan kategori usia. Sebab, di tengah kemajuan digitalisasi yang begitu pesat, LSF tak mampu menyensor seluruh tayangan film. Terutama yang tayang di berbagai kanal platform streaming Over The Top (OTT).
Oleh karena itu, LSF mulai mengampanyekan sosialisasi budaya sensor mandiri kepada seluruh masyarakat. Agar masyarakat bisa memilah tontonan yang layak. Sesuai dengan tema kegiatan yakni “Cerdas Memilah dan Memilih Tontonan.”
“Jadi secara mandiri kita harus bisa memfilterisasi film yang ingin kita tonton. Termasuk kepada anak-anak kita. Misal, kalau judulnya Anak Santri, berarti boleh untuk semua usia,” terang Rommy saat memberikan Sosialisasi Budaya Sensor Mandiri di Hotel Aston Samarinda, Selasa (30/5/2023).
LFS RI Sensor Seluruh Tayangan di Televisi
Lebih lanjut, ia juga meluruskan pandangan publik yang keliru selama ini. Banyak orang awam menganggap tugas LSF hanya menyensor film yang ditayangkan di bioskop.
Padahal, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman. LSF juga menyensor seluruh tayangan televisi, iklan film, produk DVD dan film festival.
“Seluruh tayangan yang ditampilkan di televisi itu disensor, kecuali live report dan news,” kata dia.
Cara kerja LSF kini, juga mengikuti perkembangan zaman. Jika dulu, LSF menyensor film dengan langsung menggunting potongan film pada seluloid. Saat ini tim LSF hanya mencatat adegan yang perlu disensor lalu dikembalikan pada pemilik film.
“Seiring perkembangan teknologi, sekarang sudah digital. Tidak ada seluloid. LSF hanya menyensor, film diputar, mencatat ada enggak adegan yang melanggar UU misalnya UU pornografi dan pornoaksi atau sebagainya. Diserahkan kembali ke pemilik film, terserah mereka mau diblur, atau ganti adegan,” tambah Rommy.
Kegiatan sosialisasi ini dihadiri oleh Kepala Biro Adpim Setdaprov Kaltim, Syarifah Alawiyah mewakili Gubernur Kaltim. Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman (FIB Unmul) Dr. Masrur, dan para undangan lain dari penggiat film lokal di Bumi Etam. (adv/diskominfokaltim/KRV/pt)
Penulis: Pewarta
Editor: Devi Nila Sari