DPK Kaltim terus melestarikan naskah kuno sebagai bagian dari penguatan literasi masyarakat. Meski terkendala alih bahasa dan regulasi, upaya sosialisasi dan digitalisasi tetap dilakukan.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Upaya pelestarian naskah kuno yang dilakukan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Kalimantan Timur (Kaltim) tidak hanya untuk menjaga warisan sejarah, tetapi juga menjadi bagian dari penguatan literasi dan peningkatan minat baca masyarakat.
Kepala Bidang Deposit, Pelestarian, Pengembangan Koleksi, dan Pengolahan Buku DPK Kaltim, Endang Efendi, mengatakan bahwa meski pelestarian naskah kuno merupakan amanat Undang-Undang, namun nilai di baliknya jauh lebih luas.
“Di dalam naskah kuno terkandung banyak pengetahuan yang belum banyak diketahui, termasuk sejarah yang belum terungkap hingga resep obat racikan leluhur. Ini bisa menjadi media penguatan literasi di Kaltim,” ujar Endang saat ditemui di Samarinda, Senin (7/7/2025).
Meski begitu, ia mengakui bahwa belum semua informasi dari naskah-naskah tersebut bisa disampaikan ke publik karena keterbatasan dalam alih bahasa. Untuk mengatasi hal ini, sebagian naskah telah dikirim ke Perpustakaan Nasional (Perpusnas) agar dapat diterjemahkan dan dialihaksarakan secara profesional.
Baca Juga
Sebagai bagian dari upaya pelestarian, DPK Kaltim aktif melakukan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat, termasuk individu pemilik naskah kuno, pengelola koleksi, maupun lembaga. Masyarakat didorong untuk menyerahkan naskah ke perpustakaan agar dapat diduplikasi sebagai bentuk pengamanan informasi.
DPK juga telah menyusun prosedur khusus agar naskah kuno yang diserahkan memperoleh perlindungan hukum. Beberapa syarat yang ditetapkan antara lain: pemilik harus menyatakan hak kepemilikan sah, naskah tidak diperjualbelikan, tidak dalam sengketa keaslian, dan disertai surat pernyataan resmi.
“Sosialisasi kami lakukan tidak hanya melalui pertemuan langsung, tetapi juga lewat website dan media sosial resmi DPK,” tambah Endang.
Baca Juga
Dalam proses penghimpunan, DPK bahkan melakukan pendekatan jemput bola hingga ke pelosok daerah di Kalimantan Timur. Namun, upaya ini tidak mudah dan membutuhkan anggaran yang cukup besar.
“Salah satu kelemahan kita adalah belum adanya peraturan gubernur atau regulasi daerah yang secara khusus mengatur pelestarian naskah kuno. Jika ada payung hukum yang jelas, maka proses penganggaran dan pelaksanaannya bisa lebih optimal, terutama untuk menjangkau wilayah terpencil,” jelasnya. (Adv/Diskomonfokaltim/yed)
Penulis: Yasinta Erikania Daniartie
Editor: Redaksi Akurasi.id