Meski kewenangan pertambangan ada di pusat, Dinas ESDM tetap memantau titik-titik yang merupakan lokasi tambang ilegal di Kaltim.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Saat ini terpantau jika Kalimantan Timur (Kaltim) masih memiliki 108 titik tambang ilegal. Mayoritas terdapat di Kutai Kartanegara (Kukar) sebanyak 77 titik.
Sementara itu di Samarinda ada 14 titik. Sedangkan di Kutai Barat terdapar 9 titik, Paser 2 titik, PPU dan Berau masing-masing sebanyak 6 titik tambang ilegal.
Namun saat ini Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim tidak lagi memiliki wewenang untuk urusan pertambangan. Sejak diberlakukannya Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba, kewenangan dipegang langsung oleh pemerintah pusat.
“Jadi, otomatis seluruh proses perizinan, pembinaan, dan pengawasan berada di bawah kewenangan pusat,” terang Kepala Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim, Bambang Arwanto, di Samarinda, belum lama ini.
Ia menyebut jika pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh Inspektur Tambang, yaitu pegawai dari Kementerian ESDM yang ditempatkan di Samarinda. Saat ini, jumlah inspektur tambang yang bertugas di wilayah ini ada sebanyak 35 orang. Tugasnya mengawasi 37 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di seluruh wilayah provinsi.
Adanya peralihan kewenangan tersebut, pengawasan terhadap tambang seluas 5,2 hektare ini menjadi sangat terbatas. Walau begitu ia mengaku jika Dinas ESDM Kaltim tetap memantau titik-titik yang merupakan lokasi tambang ilegal. Namun, karena kewenangannya ada di pusat, pihaknya pun harus terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat.
Bambang pun menjelaskan jika tambang ilegal memiliki ancaman pidana sesuai UU Nomor 3 Tahun 2020 Pasal 158. Karena penambangan ilegal sering kali mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah, erosi tanah, pencemaran air, dan lain-lain. Penggunaan merkuri dan senyawa berbahaya lainnya dalam penambangan dan pengolahan menyebabkan pencemaran air dan kerusakan lingkungan jangka panjang.
“Yaitu setiap orang yang melakukan kegiatan penambangan tanpa izin dipidana penjara maksimal 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar,” tukasnya. (adv/diskominfokaltim/yed/uci)
Penulis: Yasinta Erikania Daniartie
Editor: Suci Surya Dewi