
Selain dibebankan kepada pemerintah pusat, Pemberian BLT juga akan menggunakan dana pemerintah daerah. Hal ini usai turunnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Pemberian BLT sendiri bertujuan untuk Penanganan Dampak Inflasi yang bisa muncul usai kenaikan harga BBM.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Pemerintah pusat akhirnya resmi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), baik yang bersubdi dan non subdidi. Aturan ini tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran, Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin, dan Minyak Solar yang penyalurannya melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum.
Ada harga yang beredar di SPBU yaitu harga Pertalite yang sebelumnya Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter. Lalu harga Solar subsidi dari Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 per liter. Serta harga Pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter.
Setelah resmi mengumumkan kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM), Pemerintah pusat kini meminta daerah menyiapkan anggaran khusus untuk menangani dampak inflasi. Seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 134/PMK.07/2022 tentang Belanja Wajib dalam Rangka Penanganan Dampak Inflasi Tahun 2022.
Hal ini bertujuan untuk menyiapkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) maupun Bantuan Sosial (Bansos) kepada warga yang terdampak. Sehingga tidak hanya dari pemerintah pusat, namun pemerintah daerah juga akan terlibat dalam menangani dampak inflasi saat ini.
Meski demikian kebijakan ini menurut Anggota DPRD Samarinda, Sani Bin Husain tidak tepat. Pasalnya ia berpendapat banyak pemberian bantuan yang salah sasaran. Terlebih pemberian bantuan dari pusat selama ini rentan dengan penyelewengan, baik dalambentuk bansos maupun BLT.
Ia pun mempertanyakan tentang sinkronisasi data dari daerah ke pusat, sebab menurut Sani mekanisme penyalurannya ke masyarakat juga belum jelas. “Jangan sampai yang berhak menerima justru tidak dapat Kemana mereka mengadu dan siapa yang akan membayar,” ungkap Sani.
Pemberian BLT Bebani APBD
Apalagi ini juga terindikasi membebani APBD, yang diatur dalam PMK nomor 134 tahun 2022. Selain itu ia juga menyebut Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2021 mewajibkan alokasi 40 persen dari Dana Desa untuk BLT. Kebijakan ini ia nilai akan membebani daerah, tak heran Ketua Fraksi PKS ini merasa prihatin.
“Banyak sekali kebijakan pusat yang pembiayaannya di tanggung oleh APBD tanpa diringi peningkatan DID (Dana Insentif Daerah), Dana perimbangan yang sepadan,” pungkas Sani. (adv/dprdkota/gzy)
Penulis: Pewarta
Editor: Muhammad Raka