
Perizinan reklame di Dinas PUPR yang belum sinkron dengan pemungutan pajak di Bapenda, menjadi kendala saat proses penertiban reklame yang telah usang. Belakangan banyak pengusaha yang memilih tidak memperpanjang izin reklame, dan hanya membayar pajaknya saja.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Izin reklame yang ada di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) kembali mendapat sorotan dari para legislatif Kota Tepian. Ketidak sinkronan Dinas PUPR dan Bapenda Samarinda menjadi salah satu persoalannya.
Menurut Anggota Komisi II DPRD Samarinda Laila Fatihah, ketidak singkronan itu bermula ketika Dinas PUPR hendak melakukan penertiban izin reklame yang telah usang. Sementara itu Bapenda Samarinda telah melakukan pungutan pajak terhadap reklame tersebut.
“Jadi mereka ini (Dinas PUPR dan Bapenda) punya aturan masing-masing. Untuk mensinkronkannya, kami coba akan mengadakan hearing dalam waktu dekat. Termasuk mengundang asosiasi reklame,” jelas Laila, Jumat (16/9/2022).
Sementara itu, Laila kembali membahas ketidak singkronan kerja Dinas PUPR dengan Bapenda terjadi, karena dugaan para pengusaha yang enggan memperpanjang izin tahunan mereka. Oleh sebab itu, ia pun meminta agar izin reklame selanjutnya bisa dapat tersinkronkan kembali.
“Jadi pengusaha hanya membayar pajak dan terlewat dengan IMB-nya, yang menjadi dasar penarikan retribusi,” usulnya.
Banyak Reklame Ilegal
Lebih jauh berdasarkan data dari Komisi II, ada sekitar 4.121 reklame di Samarinda. Sedangkan hanya 3.798 yang terkena pungutan pajak. Dari jumlah itu hanya 15 sampai 20 reklame yang statusnya legal.
“Sejauh ini ada 23 titik (bando/reklame yang melntang di atas jalan) yang sudah terbongkar dari data 51 titik yang kami miliki,” bebernya.
Kendati pihak PUPR telah melakukan sebagian pembongkaran, namun hal tersebut juga berjalan bukan tanpa kendala. Salah satunya persoalan biaya pembongkaran.
“Pembongkaran juga jadi masalah, tidak mudah membongkar itu,” jelasnya.
Terakhir, Laila kembali mengusulkan agar perizinan reklame selanjutnya bisa masuk ke dalam item tentang perawatan atau asuransi. Hal ini guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Semisal jika sewaktu-waktu terjadi kerobohan reklame, terutama yang berbentuk bando.
“Supaya enggak dorong-dorongan, PUPR diminta enggak punya anggaran, saat wajib pajak ini disuruh bongkar, mereka cuma iya iya aja,” pungkasnya. (adv/dprdsamarinda/upk)
Penulis: Upik
Editor: Muhammad Raka