Disnakertrans Kaltim menanti permenaker terbaru untuk penetapan kenaikan UMP 2025. Hal tersebut diputuskan paling lambat Desember 2024.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kalimantan Timur (Kaltim) belum bisa langsung merealisasikan arahan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5 persen. Pasalnya, disnaker masih menunggu Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) mengenai kenaikan UMP tersebut.
“Kalau rilis presiden seperti itu, tapi kebijakan tertulis dari kemnaker belum ada. Kalau yang disampaikan pak presiden seperti itu maksimal 6,5 persen,” terang Kadisnakertrans Kaltim Rozani Erawadi, kepada wartawan media Akurasi.id saat dihubungi melalui seluler, Selasa (3/12/2024).
Setelah mendapat hasil dari putusan MK, pihaknya pun akan segera melakukan tindakan lanjut dan melaporkannya kepada Penjabat (Pj) Gubernur Kaltim, Akmal Malik.
Adapun penetapan tersebut paling lambat diputuskan pada akhir Desember 2024. Pasalnya, pada Januari 2025 penetapan UMP sudah harus dilaksanakan.
Disnakertrans Kaltim Rencanakan Penetapan Upah Sektoral
Selain UMP, ada pula keputusan untuk upah minimum kabupaten dan kota. Apabila diperbolehkan pihaknya juga akan menetapkan upah sektoral.
Sebelumnya Kemnaker berencana kembali menerapkan upah minimum sektoral setelah sempat dihapus dalam UU Ciptaker. Hal ini sesuai dengan Putusan MK Nomor 168/PUU-XXII/2024.
Sebagai informasi, upah minimum sektoral merupakan besaran upah terendah yang ditetapkan secara khusus untuk pekerja di sektor industri tertentu dalam suatu wilayah administratif (kabupaten atau kota).
Penetapan upah ini bertujuan untuk memberikan perlindungan yang lebih adil dan memadai bagi pekerja, mengingat perbedaan karakteristik dan tingkat risiko yang bervariasi di setiap sektor usaha.
Rozani mengatakan, jika pihaknya rutin mengadakan pertemuan dengan asosiasi pengusaha dan buruh. Baik untuk membahas soal UMP maupun beberapa hal terkait lainnya.
Untuk penetapan upah ini, kata dia, mereka selalu menerima saran dari kedua belah pihak. Dari sisi pengusaha ingin keputusan tersebut tetap memerhatikan keberlangsungan usaha dan produktifitas tenaga kerja. Sementara dari sisi pekerja ingin UMP yang ditetapkan dapat menjaga daya beli mereka.
“Tapi karena belum ada putusan MK, kami belum bertemu dengan mereka untuk membahas itu,” pungkasnya. (*)
Penulis: Yasinta Erikania Daniartie
Editor: Devi Nila Sari