Sebaran dokter di Kaltim belum merata. Masih tersentral di tiga kota, yakni Samarinda, Balikpapan dan Bontang.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Tidak meratanya sebaran dokter di sejumlah puskesmas di Provinsi Kaltim masih menjadi permasalahan dalam sektor kesehatan. Pasalnya, ketimpangan ini menyebabkan masyarakat kian sulit dalam mendapatkan layanan kesehatan yang memadai, yang menjadi salah satu hak dasarnya.
Kondisi ini diperparah oleh fakta bahwa keberadaan dokter masih terpusat di daerah perkotaan. Menambah daftar panjang pekerjaan rumah yang harus dituntaskan dalam pemberian layanan kesehatan kepada masyarakat.
Anggota DPRD Kaltim Andi Satya Adi Saputra menyampaikan, dokter di Kaltim berjumlah sekira 2 ribu orang. Sementara menurut WHO, rasio dokter yang ideal adalah 1:1000. Dengan jumlah penduduk Kaltim pada 2024 mencapai 4.050.079 jiwa, maka setidaknya Kaltim perlu 4 ribu dokter.
“Sementara saat ini baru ada sekira 2 ribu. Masih kurang 50 persen dari jumlah dokter yang ideal,” tuturnya saat ditemui di salah satu kafe di Samarinda, Minggu (27/10/2024).
Jumlah dokter yang tidak memadai saja sudah menjadi masalah dalam memberikan layanan kesehatan yang memadai kepada masyarakat. Andi menyampaikan, permasalahan lain adalah 80 persen dari dokter tersebut berada di tiga kota besar, yakni Samarinda, Balikpapan, dan Bontang.
“Oleh karena itu, ini adalah tugas pemerintah. Bagaimana bisa memberikan pemerataan layanan kesehatan kepada masyarakat. Terutama di daerah terpencil, agar tetap bisa mendapatkan layanan kesehatan yang baik,” kata dia.
Andi Satya: Faktor Kesejahteraan Bikin Dokter “Ogah” ke Daerah
Terkonsentrasinya dokter di tiga kota besar di Kaltim tersebut, dikatakannya, disebabkan oleh faktor kesejahteraan. Dalam hal ini, gaji dan akses, kemudian fasilitas penunjang seperti rumah dinas, kemungkinan peningkatan karir dan pembukaan praktik pribadi tentu menjadi pertimbangan.
“Apabila hal tersebut menjadi kendala, maka pemerintah harus ambil alih. Seperti memberikan insentif tambahan bagi yang bekerja di daerah terpencil. Supaya bisa merangsang agar dokter-dokter tidak terkonsentrasi di daerah perkotaan. Selama ini tidak diperbaiki, bisa jadi masalahnya tidak selesai dan dokter tidak tertarik ke sana (daerah),” paparnya.
Dalam upaya mengentaskan masalah pemerataan dokter, menurutnya, program pendidikan gratis bisa menjadi salah satu jawaban. Karena dengan adanya program pendidikan gratis, ia berharap, dapat mendorong pemuda Kaltim yang ingin menjadi dokter menuntaskan pendidikannya tanpa memikirkan biaya.
“Karena orang yang berasal dari Kaltim pasti akan kembali ke daerahnya. Oleh karena itu, melalui program seperti ini kami berharap lebih banyak dokter kembali ke Kaltim,” pungkasnya. (*)
Penulis/Editor: Devi Nila Sari