Sebanyak 8 WNA asal Vietnam diproses hukum lantaran melanggar aturan keimigrasian. Diduga mereka menyalahgunakan izin tinggal.
Kaltim.akurasi.id, Samarinda – Kantor Imigrasi Kelas I TPI Samarinda kini tengah memproses hukum delapan warga negara asal Vietnam. Pasalnya, mereka diduga telah melakukan penyalahgunaan dan memberikan keterangan tidak benar untuk memperoleh izin tinggal.
Dari delapan orang itu, empat orang di antaranya adalah pengguna Visa on Arrival (VOA) sedangkan empat orang sisanya merupakan menggunakan visa kunjungan.
Kasus ini tercium saat ketiga orang di antaranya sedang melakukan perpanjangan izin tinggal di kantor yang terletak di Jalan Juanda, Samarinda tersebut. Petugas curiga, ketiganya tidak tinggal di alamat yang diajukan pada berkas administrasi.
“Mereka mengaku di Balikpapan untuk liburan. Dan menginap di Hotel JB,” terang Kepala Kantor Imigrasi Kelas I TPI Samarinda Washington Saut Dompak saat memimpin konferensi pers di hadapan awak media pada Kamis (20/07/2023).
Baca Juga
Atas kecurigaan itu petugas intelijen pun melakukan penyidikan. Hingga didapati informasi bahwa memang benar ketiganya tidak tinggal di hotel tersebut. Akhirnya kasus ini pun didalami ketika ketiganya tengah mengambil dokumen perpanjangan itu. Kemudian terkuak bahwa sebenarnya ketiga WNA tersebut tinggal di sebuah rumah sewaan di sekitar Samarinda Kota.
Melihat ini, petugas pun langsung mengkonfirmasi dengan perangkat daerah setempat. Ketika petugas mengunjungi rumah itu, didapati lima orang warga negara Vietnam lain yang juga tinggal di rumah yang sama. Dalam penyidikannya, petugas turut menemukan barang bukti berupa terpal untuk dijual belikan, kemudian turut ditemukan seragam pegawai perusahaan yang dibuat seolah-olah mereka merupakan pekerja sebuah perusahaan Vietnam yang bekerja sama dengan Jepang.
Selain itu, ada juga empat buah kendaraan yang disewa. Di mana di dalamnya terdapat banyak terpal yang hendak mereka jual.
Baca Juga
Delapan WNA Asal Vietnam Menjual Terpal di Samarinda
Ternyata delapan orang ini merupakan WNA yang menjual terpal di Samarinda, bahkan mereka turut menawarkannya hingga ke luar daerah, baik itu kepada perorangan maupun perusahaan. Dengan kisaran harga untuk terpal paling besar berukuran 4×8 sejumlah Rp1,2 juta. Mereka mengaku terpal bewarna hijau itu tahan terhadap api.
“Untuk terpal sendiri, ketika kami periksa sudah sesuai dengan prosedur alur dan masuk barang dari Vietnam ke Indonesia,” terangnya.
Ketika melakukan penjualan, berdasarkan pengakuan para tersangka, mereka membagi diri menjadi empat kelompok. Dimana masing-masing dilengkapi dengan orang yang bisa menggunakan bahasa Melayu dan satu orang yang hanya bisa berbahasa daerahnya.
Mereka pun masing-masing secara berkelompok menjual barang itu, setelah barang terjual mereka pun mengirimkan uang itu ke rekening terduga penyuruh para tersangka. Sebagian keuntungan yang didapat, dipakai untuk membeli makanan. Sedangkan untuk rumah yang mereka tempati memang sudah dibayar oleh orang yang meminta mereka berjualan. Tak hanya itu, atas pekerjaan mereka, didapatkan upah sekitar Rp7 juta perbulan yang dikirim ke rekening keluarganya masing-masing.
Dan alasan inilah yang menjadikan kedelapan pria dengan inisial MDS (36), MDT (41), CVH (39), NQS (35), THH (28), NTD (39), MTS (28), dan DTL (28) berakhir di balik jeruji besi.
Sehingga akibat perbuatannya, seluruh tersangka diduga melanggar pasal 122 huruf a serta pasal 123 huruf a Undang- undang nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp500 juta.
Baca Juga
“Proses Penyidikan Tindak Pidana telah dimulai sejak tanggal 24 Mei 2023. Saat ini berkas penyidikan telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Negeri Samarinda Selanjutnya Kantor Imigrasi Samarinda akan melakukan penyerahan berkas perkara, barang bukti, dan para tersangka ke Kejaksaan Negeri Samarinda,” tutupnya. (*)
Penulis: Yasinta Erikania Daniartie
Editor: Suci Surya Dewi