
Tuntut pemerintah evaluasi perizinan, Jatam Kaltim beri catatan hitam 4 perusahaan tambang. Jatam melakukan gugatan keterbukaan informasi publik kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Akurasi.id, Samarinda – Minimnya informasi mengenai izin dan evaluasi pertambangan yang diberikan pemerintah membuat publik bertanya-tanya. Pasalnya, di tengah keterbukaan informasi di negara demokrasi, informasi yang berhubungan dengan emas hitam sangat sulit didapat.
Tidak hanya itu, pemerintah disebut lempar tanggung jawab terkait dampak lingkungan yang disebabkan pertambangan ilegal maupun pertambangan legal yang hingga kini masih beroperasi. Tidak pernah ada regulasi atau tindakan jelas untuk menindaklanjuti laporan masyarakat sehingga dampak negatif pertambangan selalu meluas dan menyebabkan masyarakat secara langsung menanggung akibatnya. Bahkan, tidak sedikit angka kematian yang disebabkan oleh lubang tambang.
Hal ini disampaikan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) nasional beserta Jatam Kaltim. Jatam pun melakukan gugatan keterbukaan informasi publik kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Mereka tuntut pemerintah evaluasi perizinan.
“Ada 4 perusahaan raksasa di Kaltim yang beroperasi selama puluhan tahun yang wajib dilakukan evaluasi izinnya dengan beberapa catatan hitam,” kata Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang dalam konferensi pers melalui zoom meeting, pada Selasa (28/9/2021).
Adapun 4 perusahaan besar yang masuk daftar, menjadi catatan hitam menurut Jatam Kaltim, di antaranya:
- PT KALTIM PRIMA COAL (KPC)
[irp]
Masa habis kontrak: 31 Desember 2021 (38 tahun)
Luas Lubang Tambang: 23.891 Ha
Luas Konsesi: 90.938 Ha hingga 84.938 Ha
Jumlah Lubang Tambang: 191
– Pada 16 Februari 2016 tindak kekerasan, pelanggaran HAM, dan perampasan tanah Ibu Dahlia Musnur serta anaknya di Desa Sepaso Selatan Kecamatan Bengalon.
– Penggusuran 80 KK warga komunitas Dayak Basap di Kampung Keraitan, Kecamatan Bengalon dan dipindah ke lokasi baru yang disebut kampung budaya.
[irp]
– Limbah tambang PT KPC meracuni dua sungai warga yakni Sungai Sangatta dan Sungai Bengalon, kemudian juga berdampak pada Kenyamukan dan Sekerat.
– 3 petani dilaporkan ke polisi dan ditetapkan sebagai tersangka setelah melakukan protes dan memperjuangkan tanahnya.
- PT MULTI HARAPAN UTAMA (MHU)
Masa habis kontrak: 1 April 2022 (36 tahun)
Luas Lubang Tambang: 3.748 Ha
Luas Konsesi: 46.062 Ha
Jumlah Lubang Tambang: 50
[irp]
– Pada 16 Desember 2015, salah satu lubang tambangnya telah merenggut nyawa Mulyadi (15 tahun) pelajar SMK Geologi Pertambangan di Tenggarong.
– Pembukaan tambang PT MHU di hulu Sungai Jembayan, mengakibatkan warga Kampung Jembayan Dalam dan Desa Sungai Payang terendam banjir, pada 2018.
– Rusaknya sumber air bersih di Desa Loa Ipuh Darar dan sekitarnya membuat warga terpaksa mengonsumsi air dari lubang tambang yang mengandung logam berat dan sangat asam dan berdampak pada penurunan kesehatan.
– Pada 16 Juli 2016 kasus kekerasan pada TNI aktif dan pengacara publik yang kasusnya menguap di Polda Kaltim.
[irp]
- PT KIDECO JAYA AGUNG
Masa habis kontrak: 13 Maret 2023 (41 tahun)
Luas Lubang Tambang: 11.019 Ha
Luas Konsesi: 27,434 Ha
Jumlah Lubang Tambang: 10
– Dikriminalisasi dan perampasan tanah masyarakat dan leluhur almarhum Ibu Nurhayati di Desa Songka Kecamatan Batu Sopang.
[irp]
- PT BERAU COAL
Masa habis kontrak: 26 April 2025 (42 tahun)
Luas Lubang Tambang: 14.654 Ha
Luas Konsesi: 118.400 Ha
Jumlah Lubang Tambang: 45
– Mencaplok ratusan hektar tanah warga Kampung Tumbit Melayu, Teluk Bayur, seluas 252 hektare. Perampasan lahan juga dilakukan PT Berau Coal terhadap warga Kampung Gurimbang yang telah mengelola lahan mereka selama bertahun tahun.
[irp]
– PT Berau Coal tidak hati-hati serta tidak profesional dalam menangani limbah bahan beracun dan berbahaya (B3).
Seluruh catatan hitam tersebut akan diserahkan ke Kementerian ESDM. Pihak Jatam Kaltim mendesak jika nantinya ada beberapa evaluasi yang tidak bisa ditoleransi oleh pemerintah. Maka pemerintah didesak agar tidak melanjutkan izin PKP2B tersebut.
“Jika evaluasi pemerintah terhadap catatan itu tidak bisa ditoleransi, kami mendesak pemerintah untuk tidak melanjutkan izin perusahaan tambang itu, guna mencegah kerusakan lingkungan terjadi lebih jauh,” pungkasnya. (*)
Penulis: Devi Nila Sari
Editor: Rachman W