Depresi Mengintai Masa Tua

Devi Nila Sari
16 Views
Rentan depresi, IPK Himpsi Kaltim ajak masyarakat ubah stigma dan lebih perhatikan keluarga atau masyarakat lansia. (Istimewa)

Ketua IPK Himpsi Kaltim, Ayunda Ramadhani, ingin stigma lansia tua dan tak berdaya hilang. Meski kondisi fisik sudah menurun, lansia tetap membutuhkan aktivitas ringan.

Kaltim.akurasi.id, SamarindaMasa tua sering digambarkan sebagai masa penuh ketenangan dan kebahagiaan setelah melewati berbagai rintangan dalam hidup. Namun, di balik senja yang indah, terdapat potensi kelam yang mengintai para lansia, depresi.

Ketua Ikatan Psikologi Klinis (IPK) Himpsi Kalimantan Timur (Kaltim), Ayunda Ramadhani mengatakan, ada sejumlah faktor yang dapat menyebabkan depresi pada lansia.

“Misalnya, yang tadinya aktif berkegiatan kemudian menjadi berkurang berkegiatan. Sehingga, jadi lebih banyak di rumah. Ini bisa sebabkan kesepian,” ungkapnya saat dihubungi dalam jaringan telepon oleh wartawan Akurasi.id, Jumat (1/3/2024).

Rasa kesepian merupakan salah satu faktor penyumbang depresi. Apalagi jika anak-anak lansia sudah dewasa. Kemudian, sudah ditinggal oleh pasangan hidup atau teman sebaya untuk selamanya. Sehingga, lansia sudah merasa tidak lagi mendapatkan dukungan dari keluarga terdekat, maupun sosialnya.

Kendati demikian, tidak semua depresi dapat dilihat dari faktor risikonya. Ada pula beberapa hal pemicu lainnya. Usia yang semakin bertambah, tak pelak membuat kondisi fisik semakin menurun.

Perawatan dari tingkat ringan hingga berat pun harus dilakukan. Sehingga, lansia butuh uluran tangan orang terdekat. Sederhananya, mengingatkan minum obat atau mengantar ke dokter.

Depresi pada lansia biasanya muncul karena ada riwayat sebelumnya.  Apalagi kalau hal ini tidak tertangani dengan baik. Sehingga, membutuhkan kontrol berkelanjutan baik ke psikolog maupun psikiater.

Gelaja Awal Tekanan Mental pada Lansia

Dosen Program Studi Psikologi Universitas Mulawarman (Unmul) ini pun membeber, sejumlah gejala awal tekanan mental pada lansia ini. Umumnya karakteristik utama dapat ditemui saat terjadi perubahan perilaku menarik diri dari sosial, perubahan emosi yang tidak stabil, kehilangan selera makan, serta tampak tidak antusias.

“Contohnya, kalau punya cucu biasanya main. Ini enggak. Artinya, ada perubahan perilaku atau kebiasaan, ini yang perlu diwaspadai. Namun tidak bisa dikatakan selalu depresi. Diagnosa pasti tetap harus datang ke ahlinya,” imbuhnya.

Tanda-tanda di atas dapat menjadi alarm. Meskipun begitu, tidak banyak hal dapat dilakukan karena dikhawatirkan tidak efektif dan dapat memperparah gejalanya. Sehingga, harus segera dibawa berkonsultasi untuk mengetahui apa penyebabnya.

Sebagai upaya pencegahan, masyarakat dan keluarga dapat memberikan dukungan, perhatian, serta pendampingan. Selain itu, manusia dengan usia lanjut juga dapat dilibatkan aktivitas ringan. Sekiranya, olahraga ringan, jalan pagi, mengisi teka teki silang (TTS), hingga terlibat dengan komunitas olahraga misalnya senam jantung untuk lansia.

IPK Kaltim Ajak Masyarakat Lebih Perhatikan Keluarga Lansia

Ia pun menitipkan sejumlah pesan untuk keluarga dan masyarakat yang memiliki lansia. Di tengah aktivitas yang padat, ia meminta agar keluarga tetap meluangkan waktu. Sekedar mengajak makan bersama atau mengingat kan obat yang harus dikonsumsi.

Kemudian rajin berkomunikasi dengan orang tua. Hal ini harus rutin dilakukan walau tidak setiap hari. “Jangan sampai dengan kesibukan kita jadi lupa,” tambahnya.

Ia pun meminta, agar stigma lansia itu tua dan tidak berdaya itu harus dihilangkan. Karena walau kondisi fisik sudah menurun, tapi tetap diperlukan beberapa aktivitas ringan.

“Mereka akan sangat senang bila dilibatkan dalam kegiatan di masyarakat. Makanya banyak lansia  aktif di PKK di Posyandu, itu bagus. Pesannya, lansia sehat, lansia aktif, lansia bahagia,” tandasnya. (*)

Penulis: Yasinta Erikania Daniartie
Editor: Devi Nila Sari

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *